Belakangan ini perkembangan ilmu dan teknologi pangan kian pesat. Berbagai produk pangan olahan mampu dihasilkan guna memenuhi permintaan konsumen yang makin beragam. Di sejumlah pasar baik tradisional maupun di mal tak sulit menemukan es krim, saus, roti yang teksturnya lembut, mayonnaise, salad dressing, margarin, mentega, makanan formula bayi dan berbagai produk olahan susu lainnya.
Pengembangan produk pangan baru berbasis emulsi tidak terlepas karena peran ganda emulsifier. Fenomena campuran air dan minyak yang cenderung berpisah dapat menyatu karena ”keajaiban” emulsifier. Senyawa penyambung yang memiliki dua kutub berbeda, kutub polar dan non polar, berinteraksi secara spesifik dengan dua cairan yang tidak saling melarut. Di bawah kondisi normal, salah satu cairan terdispersi ke dalam cairan yang lain sebagai globula yang diameternya bervariasi antara 0,1 dan 100 µm. Globula kecil yang tersebar disebut sebagai fase diskontinyu. Sedangkan cairan tempat fase diskontinyu tersebut terdispersi disebut sebagai fase kontinyu.
Bila campuran minyak dan air dikocok – memberikan energi mekanik – butiran-butiran minyak terdispersi ke dalam air dan emulsi terbentuk. Namun, sistem emulsi ini tidak stabil dan tak lama kemudian butiran minyak bergabung kembali. Agar butiran minyak atau air terdispersi secara baik dalam waktu lama dibutuhkan kehadiran zat pengemulsi yang tepat.
Keajaiban struktur
Secara definitif zat pengemulsi (emulsifier) disebut sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem pangan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya.
Dalam bukunya bertajuk Food Emulsions: Principles, Practice and Techniques (2005), McClements menyebutkan emulsifier mempunyai aktivitas permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem emulsi. Kemampuan ini menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki struktur kimia yang sedemikian rupa sehingga mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya dan sekaligus melindungi lemak dari oksidasi karena berperan sebagai penghalang (barier) terhadap logam dan radikal-radikal bebas.
Kemampuan emulsifier menurunkan tegangan permukaan adalah dengan cara mematahkan ikatan hidrogen pada permukaan melalui penarikan kepala hidrofilik pada permukaan air dengan ekor hidrofobik terentang menjauhi permukaan air. Ekor zat pengemulsi yang bersifat hidrofobik memanjang ke dalam globula lemak, sedangkan kepala molekulnya menghadap ke air. Jadi, emulsifier memberikan mantel hidrofilik mengililingi globula lemak untuk membentuk emulsi.
Mekanisme pembentukan emulsi diawali dengam pemberian energi guna membentuk antar muka yang baru pada suatu sistem emulsi. Mula-mula suatu cairan didispersikan dengan cara mekanis ke dalam cairan yang lain. Besarnya kerja yang diperlukan untuk membentuk globula sangat ditentukan oleh besarnya diameter globula tersebut. Sekedar menyebut satu contoh, untuk mendispersi 1 ml minyak olive dengan diameter 5 mikrometer dalam 10 ml air dibutuhkan energi sekitar 274.800 ergs. Namun, jumlah energi ini akan berkurang secara signifikan menjadi hanya 36.000 ergs bila menggunakan emulsifier, sebab zat pengemulsi ini dapat menurunkan tegangan antar permukaan dari 22,9 dyne/cm. menjadi 3 dyne/cm.
Sebagai antioksidan
Dalam sistem emulsi minyak dalam air (oil-in-water), globula minyak dikelilingi oleh membran molekul emulsifier sehingga mencegah antar globula bergabung. Selain itu, membran emulsifier yang berada sebagai wilayah antar muka (interfacial region) dapat juga berperan sebagai perintang (barrier) guna melindungi minyak dari proses oksidasi yang diinduksi oleh logam-logam transisi atau radikal bebas. Mekanisme oksidasi minyak dalam sistem emulsi sangat berbeda dengan oksidasi minyak dalam bentuk curah karena fenomena lapisan antar muka. Proses oksidasi minyak dalam sistem emulsi adalah oksidasi antar muka (interfacial oxidation), yakni suatu reaksi yang tergantung pada kecepatan difusi oksigen dan interaksinya dengan asam lemak tidak jenuh, logam dan radikal bebas. Ini menunjukkan oksidasi minyak dalam sistem emulsi merupakan fenomena antar muka yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat antar muka itu sendiri. Pemahaman tentang lapisan antar muka menjadi menarik untuk menjelaskan fenomena ini karena sifatnya sebagai perintang fisik yang mengubah interaksi antara minyak dan prooksidan yang larut air.
Muatan listrik lapisan antar muka pada emulsi dapat dimodifikasi lewat penggunaan surfaktan anionik, kationik ataupun nonionik. Perbedaan muatan listrik menjadi penelitian yang menantang karena mempengaruhi daya tarik atau daya tolak elektrostatik emulsifier terhadap prooksidan dan antioksidan sehingga dapat mempercepat atau memperlambat reaksi oksidasi.
Panjang gugus polar surfaktan dan penambahan surfaktan di atas konsentrasi kritis miselar (Critical Micelles Concentration, CMC) hingga membentuk misel dalam fase air diharapkan mampu menahan dan melarutkan lebih banyak komponen prooksidan yang mendekati wilayah antar muka sehingga dapat meningkatkan stabilitas oksidatif emulsi minyak. Meski sejumlah penelitian menunjukkan bahwa muatan listrik lapisan antar muka menjadi faktor penting dalam stabilitas oksidatif emulsi minyak dalam air, namun baru sedikit diketahui tentang bagaimana sifat-sifat lain lapisan antar muka berpengaruh terhadap stabilitas oksidatif.
Perilaku partisi antioksidan amat berpengaruh terhadap reaktivitasnya dalam sistem emulsi minyak dalam air. Antioksidan nonpolar yang berada dalam globula lemak lebih efektif menghambat oksidasi dibanding antioksidan polar yang secara nyata terpartisi ke dalam fase kontinyu. Emulsi yang mengandung surfaktan di atas CMC menghasilkan misel pada fase kontinyu. Misel akan mampu mempartisi dan melarutkan komponen antioksidan atau prooksidan yang mendekati globula lemak ke dalam fase air sehingga diharapkan stabilitas oksidatif emulsi lebih baik. Mekanisme ini diharapkan menjadi perspektif baru untuk mengawal stabilitas oksidatif emulsi minyak dalam air.
Pemilihan emulsifier yang tepat seperti panjang dan pendeknya gugus polar dan konsentrasi emulsifier yang digunanakan akan dapat memengaruhi mekanisme oksidasi minyak dalam sistem emulsi. Pemanfaatan misel surfaktan untuk melarutkan prooksidan ke fase air dapat dipahami sebagai suatu teknologi antioksidan karena dapat menarik ion logam-logam transisi dari globula lemak ke fase air. Metode ini dapat memberi cara yang lebih efektif untuk meningkatkan stabilitas oksidatif produk pangan olahan berbasis emulsi.
Dr. Posman Sibuea, Dosen di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Katolik Santo Thomas, SU Medan
Referensi
McClements, D.J. 2005. Food Emulsions: Principles, Practice and Techniques. 2nd ed. CRC Press. Boca Raton, London, New York Washington, D.C