oleh Rosita Hardwianti Imam, Rahadi Kusuma, dan Iwan Surjawan
Pada prinsipnya tingkat kemanisan sukrosa (lebih dikenal sebagai gula pasir/bubuk) dijadikan standar untuk produk yang menggunakan pemanis buatan. Setiap pemanis buatan mempunyai kekuatan pemanis (“sweetening power”) yang berbeda dengan yang lainnya, mulai dari 30 x sampai dengan 8000x dari tingkat kemanisan sukrosa (gula). Misalnya aspartam yang penggunaannya sangat sedikit sekali karena tingkat kemanisannya yang cukup tinggi yaitu 200 x sukrosa (19 mg aspartam setara dengan 4 g gula). Pemanis buatan juga dapat dikategorikan ke dalam nutritif dan non-nutritif. Pemanis buatan nutritif selain memberikan rasa manis juga dapat dijadikan sumber energi untuk tubuh kita. Sedangkan pemanis buatan non-nutritif adalah pemanis yang tidak mengandung kalori. Di dalam aplikasi lainnya, pemanis buatan non-nutritif banyak digunakan sebagai bahan pengganti sukrosa dengan tujuan untuk menurunkan nilai kalori dari minuman ber karbonasi, yoghurt, dan puding. Keuntungan lain dari pemanis buatan ini pada umumnya tidak mempengaruhi tingkat insulin dalam tubuh penderita diabetes.
Setiap pemanis buatan mempunyai karakter yang berbeda dan dapat pula bereaksi satu dengan yang lainnya secara sinergis menghasilkan rasa dan tingkat kemanisan yang diinginkan atau memberikan stabilitas yang baik selama penyimpanan (lihat artikel Sinergisme Pemanis Buatan, Red.). Oleh karena itu produsen pangan biasanya mencampurkan beberapa pemanis buatan ke dalam formula mereka untuk mencapai tingkat kemanisan tertentu atau untuk mendapatkan fungsi lainnya. Sampai saat ini tingkat keamanan dari pencampuran pemanis buatan tersebut masih sama dengan tingkat keamanan dari setiap pemanis buatan yang dipakai.
Penentuan suatu produk pangan secara umum di Indonesia adalah berdasarkan kategori pangan yang diturunkan dari sistem Codex General Standard for Food Additives. Kelompok kategori pangan merupakan sistem yang menentukan penggunaan bahan tambahan pangan tertentu, termasuk pemanis buatan. Produk minuman secara kelompok besar dikategorikan manjadi non alkohol dan alkohol. Kategori minuman non alkohol terdiri dari 5 kelompok yaitu air, jus buah dan sayuran, nektar buah dan sayuran, minuman berperisa (water-based flavored drink), dan kopi, pengganti kopi, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao. Berdasarkan Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2004, beberapa kategori minuman non alkohol diijinkan menggunakan pemanis buatan (Tabel) yaitu Asesulfam-K, Aspartam, Neotam, Sakarin, Siklamat, Alitam, dan Sukralosa dengan jumlah tertentu.
Asesulfam –K
Asesulfam-K (6-methly- 1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2-dioxide) adalah pemanis buatan yang tidak mengandung kalori. Pemanis ini telah banyak digunakan sebagai gula meja, di dalam permen, es krim, roti, kue, saus, sirup, makanan lainnya dan minuman (karbonasi dan non-karbonasi) di seluruh dunia selama kurang lebih 26 tahun. Pemanis ini mempunyai tingkat kemanisan 200 x dari sukrosa. Asesulfam-K dapat menimbulkan rasa metalik sehingga sering dicampur dengan pemanis buatan lainnya (Natrium siklamat atau aspartam) dan Natrium-ferulat untuk menghasilkan rasa yang mendekati sukrosa. Asesulfam-K memiliki stabilitas yang cukup baik terhadap kondisi proses panas (baking) sehingga Asesulfam-K sering ditambahkan ke dalam kue kering (cookies) dan permen. Asesulfam-K dapat dibuat melalui proses transformasi acetoacetic acid dan dengan penambahan mineral kalium sehingga terbentuk kristal pemanis yang stabil.
Aspartam
Aspartam (NL-α-aspartyl-L-phenylalanine 1-methyl ester) terbentuk dari metil ester asam amino asam aspartat dan asam amino esensial fenilalanin. Fenilalanin ini apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan fenilketonuria. Aspartam mempunyai rasa yang dekat dengan sukrosa dan tingkat kemanisan bisa mencapai 200 x nya. Pemanis buatan ini dapat digunakan dengan jumlah yang sedikit saja. Sebagai contoh, penggunaan 19 mg aspartam dapat menghasilkan tingkat kemanisan yang sama dengan 4 gram gula. Sama halnya dengan Asesulfam-K, pemanis ini banyak digunakan sebagai gula meja, di minuman (karbonasi dan non-karbonasi), jus, permen, pudding, selai, jeli, dan breakfast cereal. Aspartam tidak stabil terhadap suhu tinggi untuk waktu yang lama, sehingga pada saat aplikasinya disarankan untuk ditambahkan pada saat akhir dari pemasakan.
Sakarin
Sakarin (1,2-benzisothiazol-3(2H) –one-1,1- dioxide) mempunyai tingkat kemanisan 300 sampai 500 x dari sukrosa. Pemanis buatan ini sangat stabil selama pemanasan dan tidak mengandung kalori. Sakarin telah digunakan sebagai pemanis sejak tahun 1900. Sakarin termasuk pemanis yang paling banyak digunakan di dunia, karena harganya yang tidak mahal dan kestabilannya yang baik. Di dalam minuman, siklamat biasanya dicampur dengan sakarin (rasio 3:1) mempunyai rasa seperti sukrosa dan sangat disukai. Larangan penggunaan sakarin di Amerika sudah dicabut pada tahun 2000 dan sudah dianggap sebagai pemanis buatan yang aman. Menurut BPOM RI, di dalam minuman penggunaan sakarin tidak boleh lebih dari 500 mg per liter.
Sukralosa
Sukralosa (trichlorogalacto-sucrose (1,6-dichloro-1,6-dideoxy-β-D-fructofuranosyl-4-chloro-4-deoxy-α-degalactopryanoside) mempunyai tingkat kemanisan 600 x dari sukrosa. Sukralosa terbuat dari gula, tetapi tidak dikenal oleh tubuh kita sebagai karbohidrat sehingga tidak dapat dicerna atau melalui proses metabolisme. Sukralosa tidak memberikan kalori apabila dikonsumsi. Seperti pemanis lainnya, sukralosa tidak menyebabkan kerusakan gigi. Pemanis buatan ini cukup stabil terhadap suhu pemasakan dan suhu pemanggangan di dalam oven. Di dalam industri minuman, sukralosa banyak dipakai untuk minuman berkarbonasi, susu, dan jus.
Neotam
Neotam (L-phenylalanine, N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester) merupakan pemanis buatan baru yang dapat dibentuk dari l-aspartic acid dan l-phenylalanine yang digabungkan dengan grup methyl ester dan grup neohexyl. Tingkat kemanisannya tinggi sekali yaitu 7000 sampai dengan 13000 x dari sukrosa. Oleh karena itu, neotam mendapat julukan sebagai “biang pemanis” karena hanya dengan jumlah pemakaian sedikit saja dapat memberikan rasa manis yang cukup. Selain sebagai pemanis, neotam berpotensi sebagai penegas rasa (flavor enhancer).
Alitam
Alitam (L-alpha-Aspartyl-N-(2,2,4,4-tetramethyl-3-thietanyl)-D-alaninamide) merupakan pemanis buatan yang dapat dibentuk dari l-aspartic acid, d-alanine dan novel amide. Pemanis ini mempunyai tingkat kemanisan 2000 x dari sukrosa. Alitam dapat digunakan di berbagai produk makanan dan minuman, dan juga sebagai gula meja. Alitam mengandung kalori sebanyak 1.4 kkal/g, tetapi karena penggunaannya di dalam produk pangan sangat sedikit sekali maka dianggap tidak memberikan nilai kalori.
Siklamat
Siklamat (N-cyclohexyl-sulphamic acid) mempunyai tingkat kemanisan 30 x dari sukrosa. Pemanis ini tidak mengandung kalori dan sangat stabil terhadap suhu tinggi. Siklamat dapat dicampur dengan pemanis lain yang dapat meningkatkan rasa manisnya. Di Amerika, penggunaan siklamat dilarang mulai tahun 1970 salah satunya karena menyebabkan penurunan stabilitas kemanisannya sebagai pemanis di dalam minuman.
Penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan merupakan salah satu alternatif pemenuhan kegemaran akan pangan manis tanpa berlebihan mengkonsumsi gula. Tingkat kemanisannya yang tinggi dibandingkan sukrosa menyebabkan hanya sedikit sekali jumlah penggunaan pemanis buatan. Namun demikian, sangat penting diperhatikan aplikasinya pada kategori pangan tertentu, dan jenis serta jumlah pemanis buatan yang digunakan harus disesuaikan dengan regulasi yang berlaku.
Rosita Hardwianti Imam, STP. MSc., Rahadi Kusuma, STP., dan
Iwan Surjawan, Ph.D.
Innovation and Technology Development, Tudung Group