Oleh Tutik Nurhidayati
Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, dalam proses pengolahannya memerlukan biaya produksi yang tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya produksinya adalah mahalnya enzim rennet sebagai koagulan yang digunakan dalam proses pembuatan keju (Sardinas, 1972 dalam Nurhidayati, 1996). Selain itu dilaporkan pula bahwa selama dua puluh tahun terakhir ini terjadi kekurangan rennet sehingga mendorong orang untuk mencari pengganti rennet (Sardjoko, 1991).
Industri keju sebenarnya dapat berpaling pada enzim penggumpal yang lain seperti fisin dari getah pohon ficus, papain dari papaya dan enzim bromelin dari nenas. Penggunaan enzim papain di Indonesia masih sangat terbatas yaitu hanya sebagai pelunak daging. Di Amerika Serikat, papain mempunyai arti dan manfaat yang sangat luas, selain sebagai pelunak daging dimanfaatkan sebagai campuran dalam pembuatan bir, penyamak kulit, obat dan bahan pembuatan tekstil dan permen karet (Anonymous, 1991).
Enzim papain sebagai pengganti enzim rennet mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih mudah di dapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah (Sirait dalam Anonymous, 1991). Faktor yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan enzim pengganti rennet adalah adanya aktivitas proteolitik yang berlebihan dan kemungkinan timbulnya rasa pahit (Sardjoko, 1991). Untuk itu perlu diberikan pada konsentrasi yang sesuai. Enzim sebagai katalisator biologis berfungsi membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia dalam sel-sel hidup. Secara umum aktivitas enzim dipengaruhi oleh: suhu, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH dan adanya inhibitor maupun aktivator. Enzim proteolitik atau protease sebagai enzim pemecah molekul protein bekerja dengan cara menghidrolisa ikatan peptida. Enzim proteolitik dapat dibagi menjadi empat golongan berdasarkan sifat-sifat kimia dan sisi aktifnya, yaitu: (1) Golongan kesatu yaitu proteolitik serin yang mempunyai residu serin pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah tripsin, elastase dan kimotripsin; (2) golongan kedua yaitu proteolitik sulfhidril yang mempunyai residu sulfhidril (-SH) pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah papain, bromelin dan fisin; (3) golongan ketiga yaitu enzim proteolitik metal yaitu enzim yang membutuhkan unsur logam untuk aktivitasnya, misalnya karboksipeptidase A dan beberapa amino peptidase; (4) golongan keempat yaitu protease asam, yaitu enzim yang mempunyai gugus karboksil pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah pepsin, rennin dan protease kapang.
Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Enzim papain stabil pada pH 5 dan menjadi tidak turun aktivitasnya pada pH kurang dari 3 atau lebih dari 11. Enzim papain mempunyai daya tahan terhadap panas lebih tinggi daripada enzim lain. Pada suhu 70 0C keaktifan papain akan menurun 20% selama 30 menit pada pH 7. Enzim papain memutus ikatan peptida pada residu sparagin-glutamin, glutamate-alanin, leusin-valin dan penilalanin-tirosin. Papain merupakan protein sederhana dengan 212 residu asam amino. Sehingga aplikasi papain dalam keju akan meningkatkan nilai gizi dari keju.
Berdasarkan tahap pematangannya dikenal keju metode setting panjang (memerlukan tahap pematangan yang lama dan metode setting pendek (memerlukan tahap pematangan yang lebih singkat atau dikenal keju segar). Keju diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) Keju keras dan sangat keras, seperti keju keju gouda Belanda, keju chefdar Inggris, pemersan Italia dan keju kasar Turki; (2) Keju semi lunak seperti Brie, Camembert dan banyak bentuk lainnya dari Perancis; (3) Keju Lunak seperti keju Cottage. Beberapa tipe keju tersebut dibuat bergantung kualitas susu, teknik kondisi produksi, pematangan, penyimpanan dan kesukaan konsumen (Anonymous, 1987). Komposisi gizi keju sangat bergantung pada jenis keju. Semua keju mengandung komponen yang sama tetapi berbeda proporsinya. Analisa proksimat komponen dari berbagai jenis keju ditunjukkan pada Tabel 2.
Secara umum keju dibuat dengan cara mengoagulasi susu menggunakan koagulan pada konsentrasi 0,250 ml/l susu dan penambahan 0,1-0,2% starter campuran Streptococcuslactis dan Lactobacillus casei (3:1). Penambahan Streptococcus cremoris menghasilkan aroma yang baik, sedangkan penambahan CaCl 2 20-30 g/100 l susu menghasilkan kekerasan yang optimum selama pemeraman 50-60 menit. Beberapa jenis bakteri asam laktat yang penting antara lain: (1) Streptococcus thermopillus, S. lactis dan S. cremoris adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang terdapat sebagai rantai. Bakteri ini mempunyai nilai ekonomi penting dalam industri susu; (2) Pediococcus cerevisiae adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berpasangan atau berempat. Jenis ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayur; (3) Leuconostoc mesenteroides, L. dextranium adalah bakteri gram positif berbentuk bulat berpasangan atau rantai pendek. Jenis bakteri ini berperan penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan dapat ditemukan dalam sari buah, anggur dan bahan pangan lainnya; (4) Lactobacillus lactis, L. acidophilus, L. bulgaricus, L. plantarum, L. delbrucchii adalah bakteri gram positif , berbentuk batang berpasangan dan rantai. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam daripada genus Pediococcus dan Streptococcus sehingga banyak terdapat pada tahap akhir dari fermentasi tipe asam laktat.
Dalam industri pengolahan keju, biasanya digunakan starter campuran dari dua kelompok bakteri asam laktat yaitu S. thermophillus dan L. bulgaricus. Kedua bakteri ini termasuk dalam kelompok thermobakteria dengan cirri-ciri sel berbentuk batang, mampu hidup pada lingkungan yang mengandung NaCl dengan kadar 3-6%, dengan kisaran pH antara 4-7.4, suhu optimum pertumbuhannya berkisar antara 37 0C - 45 0C dan dapat bertahan pada suhu 63 0C selama 30 menit. Penggunaan starter ganda tersebut akan menghasilkan asam laktat lebih cepat daripada ditumbuhkan secara terpisah. Nampaknya kedua bakteri ini berinteraksi secara menguntungkan. Pada awal fermentasi asam amino yang dihasilkan L. bulgaricus menstimulasi pertumbuhan S.thermophillus sehingga cepat menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH medium sampai 4,5. Pada medium inilah L. bulgaricus akan tumbuh cepat.
Tutik Nurhidayati, Staf Pengajar Program Studi Biologi FMIPA–ITS
Referensi
Anonymous. 1991. Pengolahan Hasil-Hasil Peternakan. Penerbit Direktur Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Apriantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L. dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium analisis
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Atlas, R.S. 1990. Mikrobiology Fundamentals and Aplikations. Second edition. Macmillan publishing Company. Inc New York
Hadiwiyoyo, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Idris. 1992. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang
Muctadi, D., Nurheni, S.P dan Made, A. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sardjoko. 1991. Bioteknologi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, dalam proses pengolahannya memerlukan biaya produksi yang tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya produksinya adalah mahalnya enzim rennet sebagai koagulan yang digunakan dalam proses pembuatan keju (Sardinas, 1972 dalam Nurhidayati, 1996). Selain itu dilaporkan pula bahwa selama dua puluh tahun terakhir ini terjadi kekurangan rennet sehingga mendorong orang untuk mencari pengganti rennet (Sardjoko, 1991).
Industri keju sebenarnya dapat berpaling pada enzim penggumpal yang lain seperti fisin dari getah pohon ficus, papain dari papaya dan enzim bromelin dari nenas. Penggunaan enzim papain di Indonesia masih sangat terbatas yaitu hanya sebagai pelunak daging. Di Amerika Serikat, papain mempunyai arti dan manfaat yang sangat luas, selain sebagai pelunak daging dimanfaatkan sebagai campuran dalam pembuatan bir, penyamak kulit, obat dan bahan pembuatan tekstil dan permen karet (Anonymous, 1991).
Enzim papain sebagai pengganti enzim rennet mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih mudah di dapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah (Sirait dalam Anonymous, 1991). Faktor yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan enzim pengganti rennet adalah adanya aktivitas proteolitik yang berlebihan dan kemungkinan timbulnya rasa pahit (Sardjoko, 1991). Untuk itu perlu diberikan pada konsentrasi yang sesuai. Enzim sebagai katalisator biologis berfungsi membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia dalam sel-sel hidup. Secara umum aktivitas enzim dipengaruhi oleh: suhu, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH dan adanya inhibitor maupun aktivator. Enzim proteolitik atau protease sebagai enzim pemecah molekul protein bekerja dengan cara menghidrolisa ikatan peptida. Enzim proteolitik dapat dibagi menjadi empat golongan berdasarkan sifat-sifat kimia dan sisi aktifnya, yaitu: (1) Golongan kesatu yaitu proteolitik serin yang mempunyai residu serin pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah tripsin, elastase dan kimotripsin; (2) golongan kedua yaitu proteolitik sulfhidril yang mempunyai residu sulfhidril (-SH) pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah papain, bromelin dan fisin; (3) golongan ketiga yaitu enzim proteolitik metal yaitu enzim yang membutuhkan unsur logam untuk aktivitasnya, misalnya karboksipeptidase A dan beberapa amino peptidase; (4) golongan keempat yaitu protease asam, yaitu enzim yang mempunyai gugus karboksil pada sisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah pepsin, rennin dan protease kapang.
Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Enzim papain stabil pada pH 5 dan menjadi tidak turun aktivitasnya pada pH kurang dari 3 atau lebih dari 11. Enzim papain mempunyai daya tahan terhadap panas lebih tinggi daripada enzim lain. Pada suhu 70 0C keaktifan papain akan menurun 20% selama 30 menit pada pH 7. Enzim papain memutus ikatan peptida pada residu sparagin-glutamin, glutamate-alanin, leusin-valin dan penilalanin-tirosin. Papain merupakan protein sederhana dengan 212 residu asam amino. Sehingga aplikasi papain dalam keju akan meningkatkan nilai gizi dari keju.
Berdasarkan tahap pematangannya dikenal keju metode setting panjang (memerlukan tahap pematangan yang lama dan metode setting pendek (memerlukan tahap pematangan yang lebih singkat atau dikenal keju segar). Keju diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) Keju keras dan sangat keras, seperti keju keju gouda Belanda, keju chefdar Inggris, pemersan Italia dan keju kasar Turki; (2) Keju semi lunak seperti Brie, Camembert dan banyak bentuk lainnya dari Perancis; (3) Keju Lunak seperti keju Cottage. Beberapa tipe keju tersebut dibuat bergantung kualitas susu, teknik kondisi produksi, pematangan, penyimpanan dan kesukaan konsumen (Anonymous, 1987). Komposisi gizi keju sangat bergantung pada jenis keju. Semua keju mengandung komponen yang sama tetapi berbeda proporsinya. Analisa proksimat komponen dari berbagai jenis keju ditunjukkan pada Tabel 2.
Secara umum keju dibuat dengan cara mengoagulasi susu menggunakan koagulan pada konsentrasi 0,250 ml/l susu dan penambahan 0,1-0,2% starter campuran Streptococcuslactis dan Lactobacillus casei (3:1). Penambahan Streptococcus cremoris menghasilkan aroma yang baik, sedangkan penambahan CaCl 2 20-30 g/100 l susu menghasilkan kekerasan yang optimum selama pemeraman 50-60 menit. Beberapa jenis bakteri asam laktat yang penting antara lain: (1) Streptococcus thermopillus, S. lactis dan S. cremoris adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang terdapat sebagai rantai. Bakteri ini mempunyai nilai ekonomi penting dalam industri susu; (2) Pediococcus cerevisiae adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berpasangan atau berempat. Jenis ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayur; (3) Leuconostoc mesenteroides, L. dextranium adalah bakteri gram positif berbentuk bulat berpasangan atau rantai pendek. Jenis bakteri ini berperan penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan dapat ditemukan dalam sari buah, anggur dan bahan pangan lainnya; (4) Lactobacillus lactis, L. acidophilus, L. bulgaricus, L. plantarum, L. delbrucchii adalah bakteri gram positif , berbentuk batang berpasangan dan rantai. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam daripada genus Pediococcus dan Streptococcus sehingga banyak terdapat pada tahap akhir dari fermentasi tipe asam laktat.
Dalam industri pengolahan keju, biasanya digunakan starter campuran dari dua kelompok bakteri asam laktat yaitu S. thermophillus dan L. bulgaricus. Kedua bakteri ini termasuk dalam kelompok thermobakteria dengan cirri-ciri sel berbentuk batang, mampu hidup pada lingkungan yang mengandung NaCl dengan kadar 3-6%, dengan kisaran pH antara 4-7.4, suhu optimum pertumbuhannya berkisar antara 37 0C - 45 0C dan dapat bertahan pada suhu 63 0C selama 30 menit. Penggunaan starter ganda tersebut akan menghasilkan asam laktat lebih cepat daripada ditumbuhkan secara terpisah. Nampaknya kedua bakteri ini berinteraksi secara menguntungkan. Pada awal fermentasi asam amino yang dihasilkan L. bulgaricus menstimulasi pertumbuhan S.thermophillus sehingga cepat menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH medium sampai 4,5. Pada medium inilah L. bulgaricus akan tumbuh cepat.
Tutik Nurhidayati, Staf Pengajar Program Studi Biologi FMIPA–ITS
Referensi
Anonymous. 1991. Pengolahan Hasil-Hasil Peternakan. Penerbit Direktur Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Apriantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L. dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium analisis
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Atlas, R.S. 1990. Mikrobiology Fundamentals and Aplikations. Second edition. Macmillan publishing Company. Inc New York
Hadiwiyoyo, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Idris. 1992. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang
Muctadi, D., Nurheni, S.P dan Made, A. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sardjoko. 1991. Bioteknologi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta