Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati (berasal dari tanaman; minyak sayur) dan hewani (berasal dari hewan). Bagi umat Islam, faktor penting dalam memilih minyak goreng tentunya dari aspek kehalalannya.
Ditinjau dari aspek kehalalan, maka minyak goreng hewani tentunya perlu dipilih dengan esktra hati-hati. Sayangnya, sulit menentukan minyak goreng yang kita beli mengandung minyak babi atau tidak. Dengan menggunakan alat analisis yang canggih, penentuan ada tidaknya unsur babi pada minyak goreng ini, bukan perkara mudah.
Tidak cuma itu, kehalalan suatu produk tidak hanya ditentukan oleh ada-tidaknya unsur babi. Juga praktik-praktik penanganan dan pengolahan lainnya.
Maka penentuan kehalalan minyak goreng -- demikian pula dengan produk pangan lainnya -- perlu ditetapkan dengan metode audit. Satu-satunya alat yang bisa digunakan oleh konsumen adalah informasi pada label. Syaratnya pelabelan telah dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) label yang ada.
Di Indonesia, minyak goreng yang umum dipakai adalah minyak goreng nabati berbentuk cair pada suhu kamar. Tetapi untuk tujuan penggorengan di industri makanan, sering pula digunakan minyak goreng yang berbentuk padat pada suhu kamar. Misalnya, minyak goreng stearin.
Pemilihan minyak goreng tergantung dari tujuan penggunaannya. Masing-masing pada dasarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk keperluan tertentu.
Yang perlu diperhatikan untuk memilih minyak goreng adalah faktor citarasa, stabilitas atau ketahanan terhadap panas, nilai gizi, aspek kesehatan, harga, dan khususnya untuk industri besar adalah faktor jaminan ketersediaan.
Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi).
Ketengikan oksidatif dan hidrolitik akan menyebabkan terbentuknya senyawa baru yang bukan molekul minyak (tiasilgliserol), sehingga memberikan citarasa dan bau yang menyimpang. Proses ketengikan hidrolitik akan menyebabkan terurainya molekul minyak (triasilgliserol) menjadi asam lemak dan gliserol. Ketengikan hidrolitik ini biasanya terjadi oleh adanya air dan suhu tinggi (pada proses penggorengan produk pangan basah) dan pada produk mentega atau margarin. Untuk menghambat proses ketengikan dan beberapa proses kerusakan minyak lainnya, sering ditambahkan beberapa senyawa. Antara lain, karoten (pro-vitamin A).
Purwiyatno Hariyadi
Sumber : http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=137896&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=218