ipb.ac.id- Mi instan adalah jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Tercatat sekitar 43,7 triliun bungkus mi dikonsumsi setiap tahun. Cara membuat mi instan sangatlah mudah, yang dibutuhkan hanya air panas.
Untuk jenis mi dalam cup (cup noodle), hanya tinggal dituangi air panas saja. Untuk jenis mi instan biasa diperlukan perebusan dalam air mendidih untuk mematangkannya. Apa pun jenisnya, kelezatan mi instan dapat langsung dirasakan hanya dalam hitungan tiga menit saja.
Menurut sejarahnya, mi instan mula-mula tercipta di Jepang pada Perang Dunia II. Waktu itu tujuan penciptaan mi instan adalah untuk memenuhi logistik perang. Syarat ransum perang adalah sesuatu yang praktis, tahan lama disimpan, dan mudah disiapkan. Dalam bahasa Jepang mi disebut sebagai ramen.
Mi instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh (wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mi yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin, dan mineral.
Hal yang perlu diingat adalah fungsi pemenuhan kebutuhan gizi mi instan hanya dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol, atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur, daging, ikan, tempe, atau tahu.
Satu takaran saji mi instan yang berjumlah 80 gram mampu menyumbangkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20 persen dari total kebutuhan energi harian (2.000 kkal). Energi yang disumbangkan dari minyak berjumlah sekitar 170-200 kkal.
Hal lain yang terkadang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mi instan yang dapat mencapai 30 persen bobot kering. Hal ini perlu diwaspadai bagi penderita obesitas atau orang yang sedang dalam program penurunan berat badan.
Kelebihan lain mi instan adalah keragaman rasa yang dapat ditawarkan produsen. Keragaman rasa ditimbulkan oleh jenis bumbu yang ditambahkan. Rasa mi instan konvensional yang banyak dijumpal adalah soto ayam, kari ayam, ayam bawang, dan bakso.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa bahan baku mi dapat didiversifikasi diluar terigu.
Bahan baku potensial yang telah ditemukan adalah jangung, umbi-umbian dan sayur-sayuran.
Kelemahan dari konsumsi mi instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi. Natrium yang terkandung dalam mi instan berasal dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya.
Bahan pengembang ini yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat, mencapai 1,05 persen dari bobot total mi per takaran saji. Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita penyakit maag dan pendenita hipertensi.
Bagi penderita maag, kandungan natrium tinggi menetralkan lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam lambung tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung yang menyebabkan rasa perih.
Bagi penderita hipertensi, natrium akan makin meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium (Na-K) di dalam darah dan jaringan.
Kelemahan lain mi instan adalah tidak dapat dikonsumsi oleh penderita autisme. Hal ini disebabkan mi instan mengandung gluten, substansi yang tidak seharusnya dikonsumsi oleh penderita autisme.
Prof. Dr. Made Astawan
Sumber : Kompas