foodreview, Proses retort atau pengalengan produk pangan adalah salah satu dari berbagai metode proses untuk tujuan pengawetan. Proses-proses lain meliputi: pendinginan dan pembekuan, iradiasi, dehidrasi, freeze-drying, penggaraman, pengasaman, pasteurisasi, fermentasi, karbonasi, dan penambahan bahan pengawet.
Prinsip utama dalam proses pengawetan pangan adalah untuk merusak enzim dalam bahan pangan, memperlambat aktivitas dari bakteri patogen atau untuk membunuh bakteri tersebut sama sekali. Dalam proses retort, prinsip terakhir yang diterapkan, yaitu membunuh semua bakteri dalam pangan, termasuk yang terkandung dalam kemasannya.
Teknik pengalengan pangan sudah ditemukan sejak sekitar tahun 1820an. Pada proses pengalengan, pangan dipanaskan dalam kemasannya pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang cukup lama, kemudian didinginkan dengan cepat. Dengan proses tersebut semua bakteri mati sehingga akan didapatkan produk yang steril dan dapat disimpan dalam waktu yang sangat lama, bisa sampai 5 tahun.
Syarat utama supaya pangan tersebut tahan disimpan sampai bertahun-tahun adalah tidak ada bakteri dari luar kemasan yang masuk ke dalam kemasan setelah produk tersebut disterilkan, oleh karena itu kemasannya harus tertutup rapat (hermetically sealed).
Dalam penggunaan istilah ‘pengalengan’, kita beranggapan bahwa ‘kaleng’ adalah wadah yang terbuat dari logam, akan tetapi semua wadah lain yang bisa ditutup rapat dapat berfungsi sebagai kaleng. Contohnya adalah wadah kaca yang dapat ditutup rapat dan kemasan fleksibel yang terbuat dari polimer dan aluminium foil.
Masalah utama dengan proses pengalengan adalah dalam proses pemanasan suhu tinggi dan waktu yang lama biasanya akan mengubah rasa dan tekstur dari produk pangan tersebut, serta menurunkan nilai gizinya.
Untuk mengatasi hal itu, waktu pemanasan harus dipersingkat dan suhunya juga perlu diturunkan dengan cara mengganti kaleng logam dengan wadah kemasan fleksibel yang lebih tipis. Wadah tersebut dinamakan retort pouch atau retortable packaging, untuk membedakannya dengan kemasan fleksibel biasa.
Berbeda dengan kaleng logam, kemasan fleksibel disusun dari lapisan-lapisan polimer. Polimer yang berbeda mempunyai titik leleh yang berbeda-beda sedangkan dalam proses pemanasan pangan, suhu yang digunakan pun berbeda-beda. Jika suhu pemanasan sekitar 66oC - 85oC, disebut proses pasteurisasi. Suhu pemanasan antara 90oC - 100oC disebut proses boil. Suhu pemanasan di atas 121oC (250oF) disebut proses retort. Oleh karena itu, dari sekian banyak jenis polimer yang digunakan untuk kemasan fleksibel, hanya polimer yang mempunyai titik leleh di atas 121oC yang dapat digunakan untuk kemasan retort.
Definisi retort pouch
Retort pouch adalah kemasan fleksibel berbentuk pouch atau kantong yang digunakan untuk mengemas pangan siap santap atau MRE (Meal Ready to Eat). Retort pouch dibuat dari laminasi aluminium foil dan polimer, tahan terhadap proses sterilisasi, dan seperti halnya kaleng logam, dapat disimpan selama bertahun-tahun pada suhu ruang.
Perbedaan proses retort kaleng logam dengan retort pouch
Proses retort dilakukan pada suhu di atas 250o F (121o C), baik untuk kaleng logam maupun kemasan fleksibel. Alat yang digunakan untuk keperluan ini dinamakan retort chamber. Selama mengalami proses retort, terjadi pemanasan pada pangan, termasuk kemasannya.
Semua benda akan memuai bila dipanaskan, termasuk retort pouch dan kaleng logam serta makanan, kuah dan udara (head space) di dalamnya. Untuk mengimbangi pemuaian ini, diperlukan tekanan dari luar wadah supaya wadah tersebut tidak meledak. Tekanan ini dinamakan external pressure. Dengan adanya external pressure ini, walaupun wadah tetap memuai di dalam retort chamber namun pemuaian ini masih di bawah elongation pointnya, sehingga setelah proses pendinginan wadah akan kembali ke bentuk aslinya lagi.
Karena kaleng logam secara fisik lebih kaku dan kokoh, external pressure yang diperlukan hanya sekitar 205 kPa, sedangkan untuk retort pouch perlu external pressure 274 – 308 kPa guna mencegah pouch pecah atau seal terbuka. Oleh karena itu, retort chamber yang biasanya digunakan untuk proses retort kaleng belum tentu dapat digunakan untuk proses retort kemasan fleksibel.
Sejarah
Dalam Perang Dunia II, Institut Fraunhofer di Muenchen, Jerman, menerima permintaan dari Angkatan Perang Jerman untuk mengembangkan suatu kemasan yang ‘convenient’ untuk pangan yang enak, bergizi dan siap makan. Pada saat itu, tentara Jerman mendapat jatah makanan berupa sosis yang diawetkan, serta roti kering dan sayuran yang dikeringkan, yang dibentuk menjadi persegi empat dan dibungkus dalam aluminium foil atau cellophane. Kemasan yang didapat pada saat itu adalah suatu kemasan dengan bentuk sedemikian, sehingga luas permukaan sebesar mungkin dibandingkan volumenya, dengan bahan: Cellophane/Alu foil/poliofilm. Secara teknis penemuan ini bisa dipakai, tetapi pada prakteknya tidak berhasil diproduksi secara massal. Hal ini disebabkan karena investasi pada sistem kemasan kaleng sudah sedemikian besar sehingga tidak mungkin untuk menggantikan kaleng dengan retort pouch begitu saja,
Pada tahun 1960an Reynolds Metal Co mengembangkan retort pouch dengan spesifikasi: PET/Al foil/CPP untuk mengemas kacang polong dan wortel, sauerkraut dan semur daging. Spesifikasi ini tidak banyak berubah sampai saat ini, dan perkembangan retort pouch dari segi komersial dari tahun 1960an sampai sekarang juga tidak terlalu berarti.
Kendala yang menghambat perkembangan retort pouch selama 50 tahun ini disebabkan karena perusahaan pangan sudah menginvestasikan uang yang sangat besar untuk pangan dalam kemasan kaleng logam, dengan kecepatan dan efisiensi sedemikian tinggi sehingga sukar untuk menggantikannya dengan mesin untuk pouch. Oleh karena itu sampai saat ini, mayoritas kemasan pangan retort masih berupa kaleng logam.
Walaupun demikian ada satu segmen di sejumlah negara yang tetap menggunakan retort pouch selama ini, yaitu kalangan tentara.
Keunggulan retort pouch dibandingkan kaleng logam
1. Waktu memasak lebih pendek sehingga tekstur pangan terasa lebih alami dan nilai gizi lebih baik.
2. Lebih tipis sehingga lebih mudah dibawa dalam ransel.
3. Lebih ringan sehingga bisa menghemat tenaga, terutama kalau dipanggul di dalam ransel tentara.
4. Lebih fleksibel sehingga tidak mudah penyok terkena benturan.
5. Bentuknya yang tipis juga memberi keuntungan lain dalam proses sterilisasinya.
Pada pabrik pangan, kantong/pouch diisi dengan makanan, di heat seal lalu dipanaskan/retort untuk sterilisasi. Karena retort pouch ini tipis, lebih sedikit waktu yang diperlukan untuk memanaskan isinya hingga mencapai kondisi steril. Oleh karena itu, rasanya lebih enak (terutama untuk makanan yang lunak).
Seperti halnya kaleng, masa penyimpanan retort pouch dipengaruhi suhu penyimpanannya. Di daerah beriklim panas (di atas 40oC): 6 bulan. Suhu ruang (25 -30oC): 3 tahun. Di lemari pendingin: 5 tahun
Spesifikasi bahan retort pouch
Semua bahan yang digunakan dalam struktur kemasan retort pouch harus mempunyai titik leleh di atas suhu prosesnya. Demikian pula tinta dan adhesive yang digunakan tidak boleh berubah warna dan berubah sifat pada suhu prosesnya. Itu sebabnya untuk lapisan sealant retort pouch tidak digunakan bahan polyethylene (PE) karena titik leleh bahan ini di bawah 120oC, namun digunakan polypropylene (PP) dengan titik leleh di atas 125oC. Untuk mengantisipasi terjadinya pemanasan yang berlebihan dalam proses, dapat digunakan PP block copolymer dengan titik leleh lebih tinggi dari 135oC. Jenis ko polimer yang digunakan merupakan know-how masing-masing produsennya.
Selain sifat termal di atas, sifat mekanik juga memegang peranan yang sangat penting. Untuk proses yang tidak terlalu lama dan suhu di bawah 125oC, cukup menggunakan bahan dua lapis saja yaitu Nylon 15 mikron/tinta/adhesive/CPP 60 - 100 mikron. Jika proses lebih lama dan lebih panas, kemasan di atas dapat memuai di atas elongation point nya dan kemasan akan pecah. Nylon digunakan karena sifat elongasinya yang tinggi. Untuk proses di atas 125oC dengan waktu di atas 20 menit, perlu digunakan Aluminium foil 7 mikron - 12 mikron sehingga kemasan lebih kokoh dan dapat menahan pemuaian yang berlebihan. Struktur lengkapnya adalah PET 12 mikron/tinta/adh/Al 7-12 mikron/adh/CPP 70 – 100 mikron. Jika suhu prosesnya lebih tinggi dan waktunya lebih lama lagi maka perlu ditambahkan bahan Nylon 15 mikron di tengahnya supaya tensile strengthnya meningkat. Struktur lengkapnya adalah PET 12 mikron /tinta/adh/Ny 15 mikron /Al 7-12 mikron /adh**/CPP 70 - 100 mikron.
Produk yang cocok dengan kemasan retort pouch
Dengan berbagai kelebihannya, retort pouch juga punya beberapa keterbatasan. Keterbatasan pertama adalah daya tahannya terhadap perlakuan panas yang terlalu lama. Jika retort pouch dipanaskan dalam suhu lebih dari 130oC selama lebih dari 45 menit maka laminasinya akan lepas sehingga kemasan menjadi keriput bahkan lapisannya terkelupas.
Oleh karena itu, untuk memproduksi retort pouch untuk ikan sardin atau makerel sampai durinya lunak, diperlukan dua kali proses: proses pertama (pre cooking) dilakukan pemasakan ikan di luar kemasan sampai durinya setengah lunak, kemudian dilakukan pemasakan tahap kedua dengan pemasakan ikan di dalam kemasannya dengan waktu di bawah 30 menit. Jika menggunakan kaleng, setelah proses pre cooking ikan dapat dimasak sampai durinya lunak langsung di dalam kaleng dengan waktu lebih dari 45 menit, jika perlu.
Selain daya tahan terhadap panasnya, ukuran kantong yang tipis juga dapat menjadi kendala jika produk yang ingin dipasarkan mempunyai bentuk yang besar dan tebal, misalnya (sop) buntut, iga, belado telur.
Budi Sampurno, General Manager PT Century Mitra Sukses Sejati
Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver