Foodrwview.biz, Pentingnya penerapan Hazard and Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam industri pangan juga tidak terkecuali pada industri jus. US FDA bahkan telah mengeluarkan pedoman HACCP khusus untuk pengolahan jus. Jika jus yang diperoleh dari hasil impor, FDA menyarankan agar importir mendatangkan jus dari produsen yang telah menerapkan sistem HACCP.
Lalu bagaimana dengan minuman non jus yang diproduksi dengan menggunakan ingridien jus, misalnya saja minuman berkarbonasi yang mengandung jus atau fruit flavored drink yang mengandung jus? Ternyata, untuk kategori minuman tersebut, tidak dipersyaratkan untuk diproduksi menggunakan sistem HACCP. Sebaliknya, jus yang menggunakan ingridien non jus, tetap dipersyaratkan diproduksi dengan HACCP.
Bila mengidentifikasi bahaya, terdapat beberapa peluang hazard baik secara biologi, fisik, maupun kimia yang kemungkinan dapat ditemukan pada jus. Semuanya bergantung pada jenis produk, pengolahan, peralatan, dan fasilitas yang digunakan serta karyawan produksi.
Secara biologi, sangat penting untuk mengidentifikasi pH pada jus. Berdasarkan pH-nya, terdapat dua jenis jus, yakni acidic juices (pH < 4,6) dan low acid juices (pH> 4,6). Acidic juices memiliki kemungkinan mengandungan beberapa mikroba patogen, seperti E. coli O157:H7, Salmonella, dan Cryptosporodium parvum. Ketiganya bisa muncul akibat kontaminasi, baik selama penanganan buah maupun proses pengolahan jus. Selain itu, adapula Listeria monocytogenes, yang juga dapat menimbulkan penyakit. Sedangkan, untuk low acid juices, sangat penting untuk memperhatikan keberadaan toksin Clostridium botulinum sebagai potensi bahaya.
Jika suatu industri memproduksi shelf stable juice, sebaiknya dilakukan identifkasi mikroba yang sesuai untuk produk jus, seperti Salmonella, sebagai potensi bahaya pada tahapan analisa bahaya. Tetapi, pada bagian evaluasi, industri dapat menyimpulkan, bahwa bahaya tersebut tidak ditemukan, karena telah hilang pada saat proses.
Jus juga memiliki peluang untuk terkontaminasi oleh virus penyebab penyakit. Kontiminasi ini terutama berasal dari individu yang menangani, baik bahan baku maupun pengolahan.
Kontaminasi jenis ini tidak akan terjadi pada industri yang telah menerapkan SSOP dengan baik. Karena, di dalam SSOP telah diatur mengenai kesehatan dan kondisi hygiene pekerja.
Secara kimiawi ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kontaminasi. Salah satunya adalah patulin. Patulin merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh kapang yang biasanya ditemukan pada apel. Penggunaan bahan baku buah yang telah dirusak oleh serangga, burung atau cacat selama penanganan meningkatkan risiko tumbuhnya kapang penghasil patulin. Apalagi jika penyimpanannya berada dalam kondisi yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini dapat mendorong adanya patulin pada produk jus dalam konsentrasi tinggi. Jika telah demikian, perlakuan proses termal-pun tidak akan membantu, karena perlakuan panas tidak akan merusak patulin.
Kontaminasi kimia lainnya yang mungkin terjadi adalah jika industri juga memproduksi produk lain yang menggunakan bahan baku atau ingridien penyebab alergi (alergen). Pemakaian fasilitas yang sama dapat menyebabkan cross contact, apalagi jika metode cleaning yang digunakannya tidak baik. Beberapa bahan penyebab alergi antara lain peanut, kedelai, susu, telur, ikan, crustacea, tree nut, dan gandum.
Adanya alergen dalam jus juga bisa terjadi karena komponen tersebut sengaja ditambahkan selama proses. Misalnya saja penambahan protein kedelai sebagai ingridien dan sulfit sebagai pengawet. Keduanya dapat menimbulkan reaksi alergi pada individu yang sensitif. Pada produk yang demikian, keberadaan ingridien tersebut harus dituliskan. Untuk mengontrol kesusuaian pelabelannya, maka hal ini harus masuk dalam HACCP plan. Beberapa ingridien yang perlu dikontrol selain delapan komponen tadi, adalah sulfit dengan konsentrasi 10 ppm atau di atasnya, dan FD&C Yellow No.5. Untuk produk buah dan sayur, kontaminasi kimia lainnya yang paling sering dihadapi adalah residu pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak sesuai aturan seringkali menimbulkan pengaruh buruk, tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Potensi adanya residu pestisida sebagai bahaya, perlu juga dicantumkan dalam HACCP plan.
Selain yang telah disebutkan, kontaminasi timbal dan timah juga sering terjadi. Kontaminasi timbal terjadi jika lokasi pengolahan berada di udara yang tercemar atau bahan bakunya berasal dari bahan baku tercemar. Sedangkan, kontaminasi timah terutama berasal dari pengemasan. Misalnya saja dalam industri jus nanas yang menggunakan kaleng timah. Walaupun peluangnya sebagai bahaya cukup kecil, tapi jika jumlahnya tinggi, juga akan menjadi berbahaya.
Secara fisik, beberapa potensi bahaya yang bisa ditemui misalnya adalah pecahan kaca dan logam. Kontaminasi ini terjadi terutama disebabkan oleh fasilitas peralatan, misalnya pada saat grinding.
Jika semua potensi bahaya telah dicatat, maka tahap selanjutnya adalah mengevaluasi peluang terjadinya dan konsekuensi yang akan ditimbulkan bagi kesehatan. Industrilah yang lebih tahu akan produknya, sehingga dapat menentukan jenis bahaya apa yang benar-benar mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi. Hal ini penting, karena tidak semua bahaya harus masuk sebagai critical control point.
Fri-09
Lalu bagaimana dengan minuman non jus yang diproduksi dengan menggunakan ingridien jus, misalnya saja minuman berkarbonasi yang mengandung jus atau fruit flavored drink yang mengandung jus? Ternyata, untuk kategori minuman tersebut, tidak dipersyaratkan untuk diproduksi menggunakan sistem HACCP. Sebaliknya, jus yang menggunakan ingridien non jus, tetap dipersyaratkan diproduksi dengan HACCP.
Bila mengidentifikasi bahaya, terdapat beberapa peluang hazard baik secara biologi, fisik, maupun kimia yang kemungkinan dapat ditemukan pada jus. Semuanya bergantung pada jenis produk, pengolahan, peralatan, dan fasilitas yang digunakan serta karyawan produksi.
Secara biologi, sangat penting untuk mengidentifikasi pH pada jus. Berdasarkan pH-nya, terdapat dua jenis jus, yakni acidic juices (pH < 4,6) dan low acid juices (pH> 4,6). Acidic juices memiliki kemungkinan mengandungan beberapa mikroba patogen, seperti E. coli O157:H7, Salmonella, dan Cryptosporodium parvum. Ketiganya bisa muncul akibat kontaminasi, baik selama penanganan buah maupun proses pengolahan jus. Selain itu, adapula Listeria monocytogenes, yang juga dapat menimbulkan penyakit. Sedangkan, untuk low acid juices, sangat penting untuk memperhatikan keberadaan toksin Clostridium botulinum sebagai potensi bahaya.
Jika suatu industri memproduksi shelf stable juice, sebaiknya dilakukan identifkasi mikroba yang sesuai untuk produk jus, seperti Salmonella, sebagai potensi bahaya pada tahapan analisa bahaya. Tetapi, pada bagian evaluasi, industri dapat menyimpulkan, bahwa bahaya tersebut tidak ditemukan, karena telah hilang pada saat proses.
Jus juga memiliki peluang untuk terkontaminasi oleh virus penyebab penyakit. Kontiminasi ini terutama berasal dari individu yang menangani, baik bahan baku maupun pengolahan.
Kontaminasi jenis ini tidak akan terjadi pada industri yang telah menerapkan SSOP dengan baik. Karena, di dalam SSOP telah diatur mengenai kesehatan dan kondisi hygiene pekerja.
Secara kimiawi ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kontaminasi. Salah satunya adalah patulin. Patulin merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh kapang yang biasanya ditemukan pada apel. Penggunaan bahan baku buah yang telah dirusak oleh serangga, burung atau cacat selama penanganan meningkatkan risiko tumbuhnya kapang penghasil patulin. Apalagi jika penyimpanannya berada dalam kondisi yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini dapat mendorong adanya patulin pada produk jus dalam konsentrasi tinggi. Jika telah demikian, perlakuan proses termal-pun tidak akan membantu, karena perlakuan panas tidak akan merusak patulin.
Kontaminasi kimia lainnya yang mungkin terjadi adalah jika industri juga memproduksi produk lain yang menggunakan bahan baku atau ingridien penyebab alergi (alergen). Pemakaian fasilitas yang sama dapat menyebabkan cross contact, apalagi jika metode cleaning yang digunakannya tidak baik. Beberapa bahan penyebab alergi antara lain peanut, kedelai, susu, telur, ikan, crustacea, tree nut, dan gandum.
Adanya alergen dalam jus juga bisa terjadi karena komponen tersebut sengaja ditambahkan selama proses. Misalnya saja penambahan protein kedelai sebagai ingridien dan sulfit sebagai pengawet. Keduanya dapat menimbulkan reaksi alergi pada individu yang sensitif. Pada produk yang demikian, keberadaan ingridien tersebut harus dituliskan. Untuk mengontrol kesusuaian pelabelannya, maka hal ini harus masuk dalam HACCP plan. Beberapa ingridien yang perlu dikontrol selain delapan komponen tadi, adalah sulfit dengan konsentrasi 10 ppm atau di atasnya, dan FD&C Yellow No.5. Untuk produk buah dan sayur, kontaminasi kimia lainnya yang paling sering dihadapi adalah residu pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak sesuai aturan seringkali menimbulkan pengaruh buruk, tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Potensi adanya residu pestisida sebagai bahaya, perlu juga dicantumkan dalam HACCP plan.
Selain yang telah disebutkan, kontaminasi timbal dan timah juga sering terjadi. Kontaminasi timbal terjadi jika lokasi pengolahan berada di udara yang tercemar atau bahan bakunya berasal dari bahan baku tercemar. Sedangkan, kontaminasi timah terutama berasal dari pengemasan. Misalnya saja dalam industri jus nanas yang menggunakan kaleng timah. Walaupun peluangnya sebagai bahaya cukup kecil, tapi jika jumlahnya tinggi, juga akan menjadi berbahaya.
Secara fisik, beberapa potensi bahaya yang bisa ditemui misalnya adalah pecahan kaca dan logam. Kontaminasi ini terjadi terutama disebabkan oleh fasilitas peralatan, misalnya pada saat grinding.
Jika semua potensi bahaya telah dicatat, maka tahap selanjutnya adalah mengevaluasi peluang terjadinya dan konsekuensi yang akan ditimbulkan bagi kesehatan. Industrilah yang lebih tahu akan produknya, sehingga dapat menentukan jenis bahaya apa yang benar-benar mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi. Hal ini penting, karena tidak semua bahaya harus masuk sebagai critical control point.
Fri-09