foodreview.biz, Sesuai dengan perkembangan jaman, saat ini beredar berbagai jenis
pangan, bukan hanya pangan pokok namun juga makanan selingan atau yang
biasa kita sebut sebagai makanan ringan (snack). Keberadaan makanan
ringan ini bukan tanpa alasan, karena tidak mungkin suatu produsen
pangan memproduksi jenis makanan ini jika tidak ada permintaan dari
konsumen.
Meningkatnya permintaan konsumen akan makanan ringan ialah karena konsumen terutama yang hidup di perkotaan dan lebih spesifik para pekerja kantoran membutuhkan makanan selingan untuk menemani aktivitasnya sehari-hari atau biasa disebut dengan istilah “ngemil”. Tidak aneh jika kemudian aktivitas ini akhirnya menjadi kebiasaan, akibatnya permintaan konsumen terhadap makanan ringan meningkat yang menyebabkan produksinya oleh produsen-pun meningkat. Selain makanan ringan, produk konfeksioneri juga merupakan salah satu produk yang saat ini banyak beredar dipasaran. Produk konfeksioneri disukai semua kelompok umur, namun diperkirakan kelompok anak-anak paling banyak mengkonsumsi produk ini.
Menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan, produk makanan ringan ialah semua jenis makanan ringan asin/gurih (savoury) atau rasa lainnya yang termasuk ke dalam kategori pangan 15.0. Makanan Ringan Siap Santap.
Makanan ringan ialah makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang, makan malam) yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Makanan ringan disajikan dan dikonsumsi saat-saat bukan waktu utama makan. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk krupuk, kripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki- chiki-an. Selain itu produk olahan kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah kering) serta makanan ringan berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk kedalam kategori makanan ringan.
Makanan ringan atau snack gurih biasanya mengandung kadar garam tinggi tapi rendah.
Sedangkan, produk konfeksioneri menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan ialah produk meliputi semua produk yang mengandung gula dan pemanis lain baik nutritif maupun pemanis non nutritif dengan intensitas kemanisan tinggi. Meliputi kembang gula keras/ permen keras, kembang gula lunak/ permen lunak, dan nougat dan serta marzipan, tidak termasuk di dalamnya kembang gula susu/permen susu; dan konfeksioneri termasuk kedalam kategori pangan 05.2 Kembang Gula/Permen meliputi Kembang Gula Keras dan Lunak/Permen Keras dan Lunak, Nougat, dan lain-lain, tidak termasuk produk dari kategori 05.1 (Produk Kakao dan Cokelat Termasuk Cokelat Analog dan Pengganti Cokelat), 05.3 (Permen Karet) dan 05.4 (Dekorasi, Topping dan Saus Manis); termasuk juga di dalamnya permen coklat atau permen karamel yang berbahan dasar gula yang mengalami pemanasan hingga berubah warna jadi kuning kecokelatan.
Hingga kini permen dan makanan ringan terutama produk ekstrudat masih menjadi camilan favorit bagi anak-anak namun tidak tertutup kemungkinan orang dewasa-pun banyak yang mengkonsumsi kedua produk ini, apalagi bagi para pekerja kantoran yang sibuk, kadang-kadang mereka tidak sempat untuk makan sehingga banyak diantara mereka yang mengkonsumsi makanan ringan dan konfeksioneri pada waktu bekerja.
Pada makanan ringan komposisi bahan yang digunakan biasanya tergantung dari jenis makanannya. Misalnya untuk produk ekstrudat umumnya terbuat dari bahan seperti jagung, beras dan serealia lainnya. Untuk kripik atau krupuk biasanya terbuat dari kentang baik dalam bentuk tepung (untuk produk krupuk) dan potongan kentang untuk jenis kripik. Selain bahan utamanya, bahan-bahan tambahan pangan (BTP) juga digunakan dalam pembuatan makanan ringan. Beberapa penggunaan BTP dalam produk makanan ringan adalah pewarna makanan, penguat rasa. perisa, pengemulsi, pengawet dan lainnya.
Komponen utama produk konfeksioneri ialah gula (sukrosa dan glukosa) dengan tujuan untuk memperbaiki tekstur agar terasa lembut saat dinikmati. Namun ada juga permen yang menggunakan pemanis buatan, seperti sakarin dan siklamat yang menghasilkan rasa manis tinggi. Sedangkan coklat, dalam hal ini ialah permen coklat umumnya mengandung kadar lemak yang tinggi karena biasanya sudah diolah bersama lemak padatan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Namun disamping asam lemak jenuh cokelat juga mengandung asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan.
Perilaku konsumen di Indonesia yang menyukai jenis makanan yang mempunyai rasa manis, asin dan gurih serta berpenampilan menarik (berwarna mencolok) menyebabkan banyaknya penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ke dalam produk makanan termasuk makanan ringan dan konfeksioneri. Penggunaan BTP ke dalam produk pangan, termasuk makanan ringan serta konfeksioneri ialah agar dihasilkan produk yang mempunyai rasa yang enak, berwarna menarik, lebih awet serta mempunyai berbagai macam rasa sesuai perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Kemajuan ilmu teknologi pangan dan inovasi oleh produsen karena adanya permintaan dari konsumen di dunia dewasa ini, juga menyebabkan meningkatnya penggunaan BTP pada produk-produk ini.
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produk makanan yang beredar di pasaran. Untuk menjamin keamanan pangan terutama pangan olahan seperti makanan ringan dan konfeksioneri, maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, produsen dalam hal ini industri makanan dan juga konsumen, dengan pengaturan dan pembinaan dari pemerintah.
Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, Bahan Tambahan Pangan adalan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan diantaranya adalah untuk :
Pada produk permen biasanya ditambahkan BTP pengatur keasaman seperti asam sitrat dan asam malat, yang dapat memberikan rasa asam, beraroma dan berasa segar buah-buahan, dan untuk memperlihatkan seolah-olah di dalam permen tersebut terdapat ekstrak buah-buahan sesuai dengan rasa yang diberikan maka ditambahkan juga BTP pewarna makanan (misal permen rasa stroberi diberi warna merah, rasa jeruk ditambahkan tartrazin agar berwarna oranye atau kuning). Selain itu BTP perisa juga biasa ditambahkan, misalnya ekstrak kopi dan ekstrak vanila untuk memberi rasa pada permen rasa kopi atau vanili. BTP pengemulsi biasanya digunakan pada produk konfeksioneri berupa permen jeli atau permen lunak. BTP pengemulsi ini berupa lemak nabati ataupun lemak sayuran dan lecitin (zat yang banyak terdapat dalam kacang kedelai). Ada juga permen yang mendapat tambahan zat serat, terutama serat larut air seperti gel yang dimaksudkan agar permen mendatangkan rasa nikmat saat digigit. Gel juga berasal dari sari buah dan agar-agar atau gelatin yang membuatnya terasa kenyal.
Adakah dampak negatif penggunaan BTP secara berlebihan?
Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk. Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya seperti komite JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek toksikologinya terutama pada manusia.
Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan (Lampiran II), yaitu sebagai berikut:
Seiring perkembangan ilmu teknologi pangan dan adanya kajian ilmiah terbaru mengenai keamanan BTP yang ada di dunia saat ini, maka saat ini Badan POM bersama dengan Pakar terkait sedang mempersiapkan revisi dari Permenkes 722/88 tersebut yang nantinya revisi peraturan ini akan dimandatorikan melalui Peraturan Kepala BPOM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam Pangan. Sampai saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama Tim Pakar.
Setiap kali konsumen membeli produk pangan, termasuk makanan ringan dan produk konfeksioneri maka sebaiknya lakukan hal berikut ini:
Meningkatnya permintaan konsumen akan makanan ringan ialah karena konsumen terutama yang hidup di perkotaan dan lebih spesifik para pekerja kantoran membutuhkan makanan selingan untuk menemani aktivitasnya sehari-hari atau biasa disebut dengan istilah “ngemil”. Tidak aneh jika kemudian aktivitas ini akhirnya menjadi kebiasaan, akibatnya permintaan konsumen terhadap makanan ringan meningkat yang menyebabkan produksinya oleh produsen-pun meningkat. Selain makanan ringan, produk konfeksioneri juga merupakan salah satu produk yang saat ini banyak beredar dipasaran. Produk konfeksioneri disukai semua kelompok umur, namun diperkirakan kelompok anak-anak paling banyak mengkonsumsi produk ini.
Menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan, produk makanan ringan ialah semua jenis makanan ringan asin/gurih (savoury) atau rasa lainnya yang termasuk ke dalam kategori pangan 15.0. Makanan Ringan Siap Santap.
Makanan ringan ialah makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang, makan malam) yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Makanan ringan disajikan dan dikonsumsi saat-saat bukan waktu utama makan. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk krupuk, kripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki- chiki-an. Selain itu produk olahan kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah kering) serta makanan ringan berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk kedalam kategori makanan ringan.
Makanan ringan atau snack gurih biasanya mengandung kadar garam tinggi tapi rendah.
Sedangkan, produk konfeksioneri menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan ialah produk meliputi semua produk yang mengandung gula dan pemanis lain baik nutritif maupun pemanis non nutritif dengan intensitas kemanisan tinggi. Meliputi kembang gula keras/ permen keras, kembang gula lunak/ permen lunak, dan nougat dan serta marzipan, tidak termasuk di dalamnya kembang gula susu/permen susu; dan konfeksioneri termasuk kedalam kategori pangan 05.2 Kembang Gula/Permen meliputi Kembang Gula Keras dan Lunak/Permen Keras dan Lunak, Nougat, dan lain-lain, tidak termasuk produk dari kategori 05.1 (Produk Kakao dan Cokelat Termasuk Cokelat Analog dan Pengganti Cokelat), 05.3 (Permen Karet) dan 05.4 (Dekorasi, Topping dan Saus Manis); termasuk juga di dalamnya permen coklat atau permen karamel yang berbahan dasar gula yang mengalami pemanasan hingga berubah warna jadi kuning kecokelatan.
Siapakah konsumen terbesar jenis produk ini?
Hingga kini permen dan makanan ringan terutama produk ekstrudat masih menjadi camilan favorit bagi anak-anak namun tidak tertutup kemungkinan orang dewasa-pun banyak yang mengkonsumsi kedua produk ini, apalagi bagi para pekerja kantoran yang sibuk, kadang-kadang mereka tidak sempat untuk makan sehingga banyak diantara mereka yang mengkonsumsi makanan ringan dan konfeksioneri pada waktu bekerja.
Bagaimana komposisi produk ini?
Pada makanan ringan komposisi bahan yang digunakan biasanya tergantung dari jenis makanannya. Misalnya untuk produk ekstrudat umumnya terbuat dari bahan seperti jagung, beras dan serealia lainnya. Untuk kripik atau krupuk biasanya terbuat dari kentang baik dalam bentuk tepung (untuk produk krupuk) dan potongan kentang untuk jenis kripik. Selain bahan utamanya, bahan-bahan tambahan pangan (BTP) juga digunakan dalam pembuatan makanan ringan. Beberapa penggunaan BTP dalam produk makanan ringan adalah pewarna makanan, penguat rasa. perisa, pengemulsi, pengawet dan lainnya.
Komponen utama produk konfeksioneri ialah gula (sukrosa dan glukosa) dengan tujuan untuk memperbaiki tekstur agar terasa lembut saat dinikmati. Namun ada juga permen yang menggunakan pemanis buatan, seperti sakarin dan siklamat yang menghasilkan rasa manis tinggi. Sedangkan coklat, dalam hal ini ialah permen coklat umumnya mengandung kadar lemak yang tinggi karena biasanya sudah diolah bersama lemak padatan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Namun disamping asam lemak jenuh cokelat juga mengandung asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan.
BTP dalam produk makanan ringan dan konfeksioneri
Perilaku konsumen di Indonesia yang menyukai jenis makanan yang mempunyai rasa manis, asin dan gurih serta berpenampilan menarik (berwarna mencolok) menyebabkan banyaknya penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ke dalam produk makanan termasuk makanan ringan dan konfeksioneri. Penggunaan BTP ke dalam produk pangan, termasuk makanan ringan serta konfeksioneri ialah agar dihasilkan produk yang mempunyai rasa yang enak, berwarna menarik, lebih awet serta mempunyai berbagai macam rasa sesuai perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Kemajuan ilmu teknologi pangan dan inovasi oleh produsen karena adanya permintaan dari konsumen di dunia dewasa ini, juga menyebabkan meningkatnya penggunaan BTP pada produk-produk ini.
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produk makanan yang beredar di pasaran. Untuk menjamin keamanan pangan terutama pangan olahan seperti makanan ringan dan konfeksioneri, maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, produsen dalam hal ini industri makanan dan juga konsumen, dengan pengaturan dan pembinaan dari pemerintah.
Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, Bahan Tambahan Pangan adalan bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan diantaranya adalah untuk :
- Mengawetkan pangan
- Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak.
- Memberikan warna dan aroma lebih menarik
- Meningkatkan warna dan aroma lebih menarik.
- Menghemat biaya.
Pada produk permen biasanya ditambahkan BTP pengatur keasaman seperti asam sitrat dan asam malat, yang dapat memberikan rasa asam, beraroma dan berasa segar buah-buahan, dan untuk memperlihatkan seolah-olah di dalam permen tersebut terdapat ekstrak buah-buahan sesuai dengan rasa yang diberikan maka ditambahkan juga BTP pewarna makanan (misal permen rasa stroberi diberi warna merah, rasa jeruk ditambahkan tartrazin agar berwarna oranye atau kuning). Selain itu BTP perisa juga biasa ditambahkan, misalnya ekstrak kopi dan ekstrak vanila untuk memberi rasa pada permen rasa kopi atau vanili. BTP pengemulsi biasanya digunakan pada produk konfeksioneri berupa permen jeli atau permen lunak. BTP pengemulsi ini berupa lemak nabati ataupun lemak sayuran dan lecitin (zat yang banyak terdapat dalam kacang kedelai). Ada juga permen yang mendapat tambahan zat serat, terutama serat larut air seperti gel yang dimaksudkan agar permen mendatangkan rasa nikmat saat digigit. Gel juga berasal dari sari buah dan agar-agar atau gelatin yang membuatnya terasa kenyal.
Adakah dampak negatif penggunaan BTP secara berlebihan?
Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk. Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya seperti komite JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek toksikologinya terutama pada manusia.
Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan (Lampiran II), yaitu sebagai berikut:
- Asam borat (boric acid) dan senyawanya
- Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
- Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
- Dulsin (dulcin)
- Kalium klorat ( potassium chlorate)
- Kloramfenikol (chloramphenicol)
- Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
- Nitrofurazon (nitrofurazone)
- Formalin (formaldehyde)
Pengaturan penggunaan BTP dalam makanan ringan dan produk konfeksioneri?
Peraturan
mengenai penggunaan BTP di Indonesia dituangkan di dalam Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut
Permenkes 722/88 tersebut adalah sebagai berikut:- Antioksidan
- Antikempal
- Pengatur Keasaman
- Pemanis Buatan
- Pemutih dan Pematang Tepung
- Pengemulsi, Pemnatap, Pengental
- Pengawet
- Pengeras
- Pewarna :
- Pewarna Alam
- Pewarna Sintetik - Penyedap rasa dan aroma
- Penguat rasa
- Sekuestran
Seiring perkembangan ilmu teknologi pangan dan adanya kajian ilmiah terbaru mengenai keamanan BTP yang ada di dunia saat ini, maka saat ini Badan POM bersama dengan Pakar terkait sedang mempersiapkan revisi dari Permenkes 722/88 tersebut yang nantinya revisi peraturan ini akan dimandatorikan melalui Peraturan Kepala BPOM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam Pangan. Sampai saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama Tim Pakar.
Setiap kali konsumen membeli produk pangan, termasuk makanan ringan dan produk konfeksioneri maka sebaiknya lakukan hal berikut ini:
- Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan bahwa pada label itu tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin pendaftaran (MD/ML)”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis: “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
- Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari BTP pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil.
Ria Fitriana, S.Si
Direktorat Standardisasi
Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan
ReferensiDirektorat Standardisasi
Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan
- Direktorat Standardisasi Produk Pangan, 2006. Kategori Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta
- Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia