foodreview.biz, Kesibukan kerja yang luar biasa perlu diimbangi dengan aktivitas olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh. Tren aktivitas olah raga tidak hanya dimiliki oleh kalangan yang bekerja saja, tetapi juga sudah menjadi keperluan masyarakat. Meningkatknya kegiatan olah raga membuka peluang bagi industri makanan minuman. Berbagai macam minuman yang dikaitkan dengan kebugaran sehabis berolahraga dapat dijumpai di pasaran. Salah satu minuman yang muncul adalah minuman isotonik. Minuman isotonik memiliki tekanan osmotik yang sama dengan serum darah manusia dan konsentrasi mineral yang sama. Mineral dan karbohidrat terlarut dalam minuman bersama dengan air dapat memasuki aliran darah dengan cepat.
Minuman isotonik dirancang untuk secara cepat mengganti cairan yang
hilang melalui keringat. Tidak hanya itu, minuman tersebut juga
memberikan karbohidrat dalam jumlah cukup. Sangat cocok bagi para atlet.
seperti pelari jarak menengah dan panjang. Karbohidrat dalam hal ini
glukosa paling banyak digunakan dengan pertimbangan glukosa siap
digunakan untuk menggantikan energi yang hilang selama berolahrga.
Tentunya selama berolahraga yang hilang tidak hanya energi, akan tetapi
juga mineral yang keluar bersama dengan keringat. Oleh karena itu, dalam
minuman isotonik, selain kaya dengan glukosa juga diperkaya dengan
larutan elektrolit.
Minuman isotonik, di Indonesia saat ini masih diatur dengan
SNI-01-4452-1998. Pada SNI-01-4452-1998 dikatakan bahwa kandungan gula
minimal 5% dan konsentrasi ion Natrium dan Kalium masing-masing sebesar
800 -1000 mg/kg dan 125 -175 g/kg (Tabel 1). Dikarenakan revisi SNI
belum ada, SNI lama masih tetap digunakan sebagai acuan sampai saat ini.
Hal ini dapat dilihat dengan panduan yang dikeluarkan oleh BPOM tahun
2006 tentang Kategori Pangan. Pada panduan tersebut dinyatakan bahwa
minuman isotonik masuk dalam kategori pangan 14.1.4.1 dan 14.1.4.2.
Karakter dasarnya minuman isotonik yang tertera pada kategori pangan
sama persis dengan yang terdapat di dalam SNI 01-4452-1998 (Tabel 2).
Menurut Katagori Pangan, hanya keberadan gas karbondioksida yang
membedakan antara jenis minuman isotonik berkarbonasi dan tidak,
sedangkan pada SNI 01-4452-1998 tidak memberikan informasi yang
membedakan kedua minuman isotonik tersebut. Fungsi dan pemanfaatan
minuman tersebut yang menjadi perhatian lebih sehingga hanya
mencantumkan komponen baku yang dimunculkan pada SNI tersebut. Gas yang
ada berfungsi membantu kesegaran, tidak menjadi perhatian oleh SNI
01-4452-1998.
Kita semua tahu bahwa senyawa perisa pada produk pangan memegang
peranan yang penting pada keberhasilan produk tersebut diterima
konsumen. Meskipun digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi
dapat membedakan produk tersebut dari kompetitor yang ada. Baik dalam
SNI 01-4452-1998 maupun dalam Buku Kategori Pangan, tidak mencantumkan
senyawa perisa yang diperkenankan digunakan pada minuman isotonik.
Penggunaan senyawa perisa pada SNI 01-4452-1998 mengacu pada SNI
01-0222-1995 tentang Tambahan Bahan Pangan. Jika ditinjau lebih jauh SNI
01-0222-1995 adalah sama dengan Permenkes RI 722/Menkes/Per/IX/88
tentang bahan tambahan pangan. Pada Permenkes tersebut jumlah senyawa
perisa yang dapat digunakan masih sangat terbatas, yakni hanya 75
senyawa. Akan tetapi, khusus bahan tambahan pangan perisa, telah muncul
SNI baru yakni SNI 01-7152-2006 tentang Persyaratan perisa dan
penggunaan dalam produk pangan.
Dalam SNI 01-7152-2006 tersebut telah tercantum sebanyak 1834 senyawa
perisa yang dapat digunakan, tentunya masih bersifat umum. Jumlah
senyawa perisa yang terdapat dalam SNI 01-7152-2006 terus dilakukan
revisi, kini jumlahnya sudah berkembang terus selaras dengan hasil
kajian yang dilakukan oleh JECFA. Akan tetapi timbul pertanyaan apakah
semua senyawa perisa tersebut kesemuanya digunakan dalam minuman
isotonik? Tentunya tidak, konsumen akan terlalu berat menanggung risiko
kesehatan. Pemerintah sejauh ini belum mengatur penggunaan senyawa
perisa pada minuman isotonik. Hal tersebut dapat dilihat pada peraturan
yang terkait seperti SNI 01-4452-1998, Permenkes RI 722/Menkes/Per/IX/88
maupun SNI 01-7152-2006.
Sejauh ini Codex tidak mengatur secara spesifik tentang komponen yang
harus ada atau tidak ada dalam minuman yang termasuk dalam kategori ini.
Codex melalui Codex stan 227-2001 tentang general standard for
bottled/packaged water drinking waters (other than natural mineral
waters); selain itu juga CAC/RCP 48-2001 tentang code of hygienic
practices for bottled/packaged drinking waters (other than natural
mineral waters), serta CAC/GL 66-2008 guidelines for the use of
flavourings memberi panduan bagi industri yang bergerak dalam bidang
minuman.
Industri minuman yang bergerak dalam minuman isotonik akan memadukan
ketiga pedoman tersebut dengan General Standard for Food Additive (GSFA)
khusus untuk kategori pangan 14.4.1.1 dan 14.4.1.2 dalam memilih
senyawa perisa yang akan digunakan pada mumuman yang diproduksinya. Pada
GSFA untuk kategori 14.4.1.1 dan 14.4.1.2 sama persis senyawa bahan
tambahan pangan yang boleh igunakan dengan panduan batasan maksimalnya.
Terdapat 50 senyawa bahan tambahan pangan yang diperkenankan, beberapa
diantaranya merupakan senyawa perisa yang terpasuk kategori
non-flavoring part. Perlu diingat bahwa senyawa perisa terdiri dari dua
komponen utama yaitu flavouring part dan non-flavouring part. Pada GSFA
tersebut tidak dijumpai secara sepesifik senyawa flavoring part untuk
minuman isotonik. Sebagai panduan penggunaan senyawa perisa baik Codex
maupun pemerintah Republik Indonesia (SNI 01 4522 2006) mengacu pada
hasil kajian komprehensif yang telah dihasilkan oleh JECFA.
Seperti disampaikan diatas, pada GSFA kategori pangan 14.4.1.1. dan
14.4.1.2 untuk minuman isotonik berkarbonasi dan tidak, terdapat banyak
sekali bahan tambahan pangan yang diijinkan, tetapi apakah kesemuanya
digunakan dalam satu produk sekaligus? Meskipun senyawa tersebut telah
dikaji tingkat keamanannya, tentunya sangat tidak bijaksana apabila
semua senyawa yang diijinkan tersebut digunakan semuanya. Bahan tambahan
pangan tersebut tidak lain adalah bahan asing bagi tubuh kita. Senyawa
asing akan dinetralisir oleh organ tubuh. Bayangkan betapa berat fungsi
organ penetral kita untuk mengantisipasi efek bahan tambahan tersebut.
Tentunya akan menjadi bijaksana apabila senyawa perisa yang ditambahkan
pada minuman isotonik menggunakan perisa alami. Tubuh sangat mudah
menerima kehadiran perisa alami daripada perisa sintetik. Di luar negeri
senyawa perisa yang digunakan pada minuman isotonik diklaim sebagai
perisa alami, berasal dari buah-buahan. Perisa alami buah terutama buah
yang mempunyai aroma eksotik tentunya akan dipilih oleh industri minuman
tersebut dalam mengembangkan produknya. Sedangkan pada produk sejenis
yang beredar di Indonesia tidak menyatakan secara tegas kelompok perisa
yang digunakan. Padahal SNI 01-7152-2006 telah memberi panduan
pencantuman perisa yang digunakan pada produk pangan seperti pada pasal
10.1. Pada pasal tersebut secara jelas dinyatakan bahwa : Label produk
pangan yang menggunakan perisa harus mencantumkan keterangan tentang
perisa sekurang-kurangnya nama kelompok perisa dalam komposisi bahan
atau daftar bahan yang digunakan. Klaim penggunaan perisa alami selain
berdampak positif bagi produsen juga akan memberi pembelajaran kepada
konsumen untuk dapat memilih produk sesuai dengan pemahamannya. Konsumen
akan menentukan produk yang menggunakan perisa sintetik atau alami
secara objektif dengan kesadaran konsekuensi kesehatan yang akan
ditanggungnya.
Oleh
Dr. Supriyadi
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Febuari 2012)