ipb.ac.id, Kedelai sampai saat ini merupakan hasil pertanian yang paling
potensial sebagai sumber protein yang paling murah di dunia. Mutu atau
nilai gizi proteinnya tidak kalah dibandingkan dengan sumber protein
hewani. Oleh karena itu tidaklah berlebihan kalau orang menyatakan bahwa
kedelai tersebut adalah salah satu ”the world’s miracle”.
Sesungguhnya kita di Indonesia sudah sejak lama mengenal dan mengkonsumsi kedelai dalam bentuk tahu dan tempe atau hasil olahan lainnya. Akan tetapi masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa selain nilai gizinya tinggi, kedelai juga merupakan bahan pangan yang menyehatkan. Bahkan masih banyak yang beranggapan bahwa produk hasil olahan kedelai tersebut merupakan bahan pangan yang tidak bermutu dan hanya diperuntukkan bagi golongan rendah.
Dalam tulisan ini kami ingin membahas peranan kedelai dalam mencegah timbulnya penyakit kanker dan penyakit jantung koroner.
Anti Kanker
Sampai saat ini penyakit kanker tetap menghantui manusia, di mana tercatat bahwa penyakit ini merenggut 30% dari sekitar 7 juta kematian di dunia tiap tahun. Sir Richard Dool seorang ahli kanker terkemuka dari Inggris menyatakan bahwa timbulnya penyakit kanker tersebut dapat dikurangi sampai sekitar 60% jika orang memakan ”makanan yang lebih sehat ” dan berhenti merokok.
Salah satu senyawa kimia karsinogenik (penyebab timbulnya kanker) yang banyak terdapat dalam bahan pangan dikenal dengan nama umum ”nitrosamin”. Senyawa ini dapat ditemukan baik dalam daging dan ikan yang diawetkan dengan nitrat atau nitrit (lebih dikenal dengan nama ”sendawa” atau ”saltpeter” atau ”pemerah daging”), maupun dalam daging dan ikan yang diawetkan dengan cara pengasapan. Malahan dari hasil pengukuran ternyata beberapa jenis keju juga mengandung senyawa tersebut.
Senyawa nitrosamin ini ternyata dapat pula dibentuk dalam tubuh manusia. Dalam kondisi lambung, di mana keadaannya asam, nitrit akan bereaksi dengan amin membentuk nitrosamin. Perlu pula diutarakan bahwa nitrit dapat dibentuk dalam lambung manusia dari nitrat yang banyak terdapat dalam sayur-sayuran, dengan bantuan bakteri.
Sedangkan amin terbentuk dari hasil pemecahan protein atau asam-asam amino. Tergantung dari prekursornya, maka nitrosamin yang terbentuk dapat berupa dimetilnitrosamin (DMN), dietilnitrosamin (DEN), nitrososarkosin, etilter-butilnitrosamin, dan lain-lain.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa nitrosamin tersebut dapat menyebabkan kanker pada hati, ginjal, lambung, tenggorokan dan lain-lain. Di suatu daerah di Afrika ditemukan bahwa banyaknya kasus kanker tenggorokan disebabkan karena makanan yang dikonsumsi penduduk mengandung senyawa dimetilnitrosamin dalam kadar tinggi.
Telah lama diketahui bahwa susu sapi dapat menghambat atau mencegah pembentukan senyawa nitrosamin dalam lambung. Baru-baru ini para peneliti dari Jepang menemukan bahwa ternyata hasil olahan kedelai yang banyak dikonsumsi masyarakat Jepang seperti tahu, susu kedelai, miso dan tepung kedelai, juga dapat menurunkan kadar nitrit dan menghambat pembentukan senyawa nitrosamin. Dari hasil penenmuan ini disimpulkan bahwa kedelai merupakan salah satu bahan pangan anti kanker, dalam arti di mana nitrosamin merupakan senyawa pembentuk kanker tersebut.
Bagaimana kedelai dapat mencegah terbentuknya senyawa nitrosamin? Hal ini dijelaskan oleh para peneliti Jepang tersebut, yaitu terutama disebabkan karena kedelai banyak mengandung asam lemak tidak jenuh di dalam lemaknya, dan selain itu juga disebabkan karena kedelai banyak mengandung senyawa phenolik.
Anti Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner juga merupakan penyakit yang banyak mengambil korban jiwa. Diberitakan bahwa 50% kematian orang Barat yang berumur di atas 45 tahun disebabkan oleh penyakit tersebut. Penyebab utama penyakit ini adalah apa yang disebut ”atherosclerosis”, yaitu suatu keadaan menumpuknya bahan-bahan pada atau di dalam pembuluh darah yang disebut ”plaque”, yang terdiri dari lemak, protein dan kholesterol (yang merupakan komponen utamanya).
Konsumsi kholesterol atau lemak hewani dalam jumlah tinggi menghasilkan apa yang disebut hiperkholesterolemia, yang kemudian diikuti oleh terbentuknya atherosclerosis. Terdapat hubungan erat antara konsentrasi kholesterol dalam plasma dan terjadinya atherosclerosis.
Pada populasi di mana kadar kholesterol dalam plasma darahnya relatif tinggi, timbulnya penyakit atherosclerosis juga tinggi. Hal ini kemudian dijadikan pegangan bahwa penurunan kadar kholesterol dalam plasma seseorang akan menyebabkan penurunan terjadinya penyakit jantung koroner.
Seperti disebutkan di atas, kholesterol merupakan komponen utama ”plaque” pada dinding pembuluh darah. Oleh karena itu pencegahan atherosclerosis pertama-tama adalah mengurangi jumlah konsumsi produk-produk hewani (daging,telur dsb) yang banyak mengandung kholesterol.
Pencegahan atherosclerosis tersebut dapat pula dilakukan dengan mengurangi jumlah konsumsi lemak hewani (mentega), dan menggantikannya dengan lemak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh. Misalnya minyak jagung, bunga matahari atau minyak kedelai. Atau dapat pula dilakukan dengan memperbanyak konsumsi makanan berserat.
Telah ditemukan pula bahwa kacang kedelai bersifat hipokholesterolemia, yang berarti dapat merendahkan kadar kholesterol dalam plasma darah, sehingga secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Hal inilah yang mendorong orang-orang di Amerika dan Eropa untuk mengkonsumsi lebih banyak produk-produk kedelai sebagai sumber proteinnya, menggantikan daging dan produk hewani lainnya.
Sejak itu di negara-negara Barat tersebut banyak diproduksi bahan pangan yang berasal dari kedelai. Misalnya tepung kedelai. Isolat protein kedelai, konsentrat protein, TVP (Texturized Vegetable Potein), meat analog serta susu kedelai. Bahkan tahu dan tempe dapat pula diperoleh di beberapa super market di Amerika Serikat.
Beberapa hipotesa telah dilontarkan untuk menerangkan mengapa kedelai bersifat hipokholesterolemia. Yang pertama menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena lemak kedelai banyak mengandung asam-asam lemak tidak jenuh, yang kedua menyebutkan karena terdapatnya sterol nabati dalam kedelai. Yang ketiga menghubungkannya dengan kadar serat yang dikandung oleh kedelai. Sedangkan yang terakhir menerangkan bahwa hal itu disebabkan karena komposisi asam amino protein kedelai (terutama perbandingan kadar arginin dan lisin) yang berbeda dengan protein hewani.
Apapun hipotesa yang terbukti benar, yang terpenting adalah kenyataan bahwa kedelai dapat menurunkan kadar kholesterol dalam plasma darah, yang berarti dapat mengurangi terjadinya atherosclerosis dan secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Keuntungan kita dibandingkan dengan bangsa Barat adalah karena kita sudah sejak lama mengenal dan mengkonsumsi kedelai, sehingga produk olahan kedelai sudah tidak asing lagi bagi kita.
Barangkali himbauan untuk lebih banyak mengkonsumsi kedelai dan mengurangi makan daging dan produk-produk hewani lainnya lebih ditujukan kepada mereka yang telah kelebihan gizi. Apabila kesehatan kita nomor satukan janganlah malu untuk kembali mengkonsumsi produk olahan kedelai seperti tahu atau tempe, karena telah terbukti khasiatnya bagi kesehatan tubuh.
Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS
Sumber : Sinar Harapan, 11 April 1984
Sesungguhnya kita di Indonesia sudah sejak lama mengenal dan mengkonsumsi kedelai dalam bentuk tahu dan tempe atau hasil olahan lainnya. Akan tetapi masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa selain nilai gizinya tinggi, kedelai juga merupakan bahan pangan yang menyehatkan. Bahkan masih banyak yang beranggapan bahwa produk hasil olahan kedelai tersebut merupakan bahan pangan yang tidak bermutu dan hanya diperuntukkan bagi golongan rendah.
Dalam tulisan ini kami ingin membahas peranan kedelai dalam mencegah timbulnya penyakit kanker dan penyakit jantung koroner.
Anti Kanker
Sampai saat ini penyakit kanker tetap menghantui manusia, di mana tercatat bahwa penyakit ini merenggut 30% dari sekitar 7 juta kematian di dunia tiap tahun. Sir Richard Dool seorang ahli kanker terkemuka dari Inggris menyatakan bahwa timbulnya penyakit kanker tersebut dapat dikurangi sampai sekitar 60% jika orang memakan ”makanan yang lebih sehat ” dan berhenti merokok.
Salah satu senyawa kimia karsinogenik (penyebab timbulnya kanker) yang banyak terdapat dalam bahan pangan dikenal dengan nama umum ”nitrosamin”. Senyawa ini dapat ditemukan baik dalam daging dan ikan yang diawetkan dengan nitrat atau nitrit (lebih dikenal dengan nama ”sendawa” atau ”saltpeter” atau ”pemerah daging”), maupun dalam daging dan ikan yang diawetkan dengan cara pengasapan. Malahan dari hasil pengukuran ternyata beberapa jenis keju juga mengandung senyawa tersebut.
Senyawa nitrosamin ini ternyata dapat pula dibentuk dalam tubuh manusia. Dalam kondisi lambung, di mana keadaannya asam, nitrit akan bereaksi dengan amin membentuk nitrosamin. Perlu pula diutarakan bahwa nitrit dapat dibentuk dalam lambung manusia dari nitrat yang banyak terdapat dalam sayur-sayuran, dengan bantuan bakteri.
Sedangkan amin terbentuk dari hasil pemecahan protein atau asam-asam amino. Tergantung dari prekursornya, maka nitrosamin yang terbentuk dapat berupa dimetilnitrosamin (DMN), dietilnitrosamin (DEN), nitrososarkosin, etilter-butilnitrosamin, dan lain-lain.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa nitrosamin tersebut dapat menyebabkan kanker pada hati, ginjal, lambung, tenggorokan dan lain-lain. Di suatu daerah di Afrika ditemukan bahwa banyaknya kasus kanker tenggorokan disebabkan karena makanan yang dikonsumsi penduduk mengandung senyawa dimetilnitrosamin dalam kadar tinggi.
Telah lama diketahui bahwa susu sapi dapat menghambat atau mencegah pembentukan senyawa nitrosamin dalam lambung. Baru-baru ini para peneliti dari Jepang menemukan bahwa ternyata hasil olahan kedelai yang banyak dikonsumsi masyarakat Jepang seperti tahu, susu kedelai, miso dan tepung kedelai, juga dapat menurunkan kadar nitrit dan menghambat pembentukan senyawa nitrosamin. Dari hasil penenmuan ini disimpulkan bahwa kedelai merupakan salah satu bahan pangan anti kanker, dalam arti di mana nitrosamin merupakan senyawa pembentuk kanker tersebut.
Bagaimana kedelai dapat mencegah terbentuknya senyawa nitrosamin? Hal ini dijelaskan oleh para peneliti Jepang tersebut, yaitu terutama disebabkan karena kedelai banyak mengandung asam lemak tidak jenuh di dalam lemaknya, dan selain itu juga disebabkan karena kedelai banyak mengandung senyawa phenolik.
Anti Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner juga merupakan penyakit yang banyak mengambil korban jiwa. Diberitakan bahwa 50% kematian orang Barat yang berumur di atas 45 tahun disebabkan oleh penyakit tersebut. Penyebab utama penyakit ini adalah apa yang disebut ”atherosclerosis”, yaitu suatu keadaan menumpuknya bahan-bahan pada atau di dalam pembuluh darah yang disebut ”plaque”, yang terdiri dari lemak, protein dan kholesterol (yang merupakan komponen utamanya).
Konsumsi kholesterol atau lemak hewani dalam jumlah tinggi menghasilkan apa yang disebut hiperkholesterolemia, yang kemudian diikuti oleh terbentuknya atherosclerosis. Terdapat hubungan erat antara konsentrasi kholesterol dalam plasma dan terjadinya atherosclerosis.
Pada populasi di mana kadar kholesterol dalam plasma darahnya relatif tinggi, timbulnya penyakit atherosclerosis juga tinggi. Hal ini kemudian dijadikan pegangan bahwa penurunan kadar kholesterol dalam plasma seseorang akan menyebabkan penurunan terjadinya penyakit jantung koroner.
Seperti disebutkan di atas, kholesterol merupakan komponen utama ”plaque” pada dinding pembuluh darah. Oleh karena itu pencegahan atherosclerosis pertama-tama adalah mengurangi jumlah konsumsi produk-produk hewani (daging,telur dsb) yang banyak mengandung kholesterol.
Pencegahan atherosclerosis tersebut dapat pula dilakukan dengan mengurangi jumlah konsumsi lemak hewani (mentega), dan menggantikannya dengan lemak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh. Misalnya minyak jagung, bunga matahari atau minyak kedelai. Atau dapat pula dilakukan dengan memperbanyak konsumsi makanan berserat.
Telah ditemukan pula bahwa kacang kedelai bersifat hipokholesterolemia, yang berarti dapat merendahkan kadar kholesterol dalam plasma darah, sehingga secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Hal inilah yang mendorong orang-orang di Amerika dan Eropa untuk mengkonsumsi lebih banyak produk-produk kedelai sebagai sumber proteinnya, menggantikan daging dan produk hewani lainnya.
Sejak itu di negara-negara Barat tersebut banyak diproduksi bahan pangan yang berasal dari kedelai. Misalnya tepung kedelai. Isolat protein kedelai, konsentrat protein, TVP (Texturized Vegetable Potein), meat analog serta susu kedelai. Bahkan tahu dan tempe dapat pula diperoleh di beberapa super market di Amerika Serikat.
Beberapa hipotesa telah dilontarkan untuk menerangkan mengapa kedelai bersifat hipokholesterolemia. Yang pertama menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena lemak kedelai banyak mengandung asam-asam lemak tidak jenuh, yang kedua menyebutkan karena terdapatnya sterol nabati dalam kedelai. Yang ketiga menghubungkannya dengan kadar serat yang dikandung oleh kedelai. Sedangkan yang terakhir menerangkan bahwa hal itu disebabkan karena komposisi asam amino protein kedelai (terutama perbandingan kadar arginin dan lisin) yang berbeda dengan protein hewani.
Apapun hipotesa yang terbukti benar, yang terpenting adalah kenyataan bahwa kedelai dapat menurunkan kadar kholesterol dalam plasma darah, yang berarti dapat mengurangi terjadinya atherosclerosis dan secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Keuntungan kita dibandingkan dengan bangsa Barat adalah karena kita sudah sejak lama mengenal dan mengkonsumsi kedelai, sehingga produk olahan kedelai sudah tidak asing lagi bagi kita.
Barangkali himbauan untuk lebih banyak mengkonsumsi kedelai dan mengurangi makan daging dan produk-produk hewani lainnya lebih ditujukan kepada mereka yang telah kelebihan gizi. Apabila kesehatan kita nomor satukan janganlah malu untuk kembali mengkonsumsi produk olahan kedelai seperti tahu atau tempe, karena telah terbukti khasiatnya bagi kesehatan tubuh.
Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS
Sumber : Sinar Harapan, 11 April 1984