pusathalal.com, Pentingnya kesadaran membudayakan konsumsi halal dan tayib, bukan hanya kewajiban konsumen.
Bahkan, mereka memiliki beban moral untuk
menyediakan panganan yang halal.
Ini penting ditekankan pula, bukan hanya oleh
pelaku industri makro, melainkan juga para pedagang kaki lima , tak terkecuali oleh penjaja
martabak.
Jenis kudapan tersebut memang favorit banyak
orang. Rasanya lezat dengan pilihan aneka taburan yang mengundang selera.
Mendapatkannya mudah, di tempat-tempat strategis, marak ditemui gerobak
pedagang martabak.
Lalu, apakah harga yang terjangkau adalah
jaminan kehalalan panganan tersebut? Lantas, sejauh mana upaya sosialisasi
edukasi bagi para pedagang martabak agar mereka mawas diri terkait bahan-bahan
dasar produk dagangan mereka?
Nyatanya, rasanya yang lezat dan bahan
adonannya yang minimalis dan mudah ditemukan di pasaran tak menjamin
kehalalannya.
Menurut Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir Osmena Gunawan, dalam kasus martabak manis, bahan-bahan yang digunakan banyak mengandung turunan serta bahan tambahan makanan (BTM) yang belum tentu halal.
“Secara keseluruhan, bahan-bahan yang
digunakan memiliki titik kritis masing-masing. Mulai dari terigu, margarin,
keju, gula, pengembang, hingga taburannya,” kata Osmena.
Ia merinci titik kritis setiap bahan martabak manis. Terigu memang ada jaminan
halalnya, tetapi ia mengingatkan keberadaan BTM dalam terigu tersebut. Apakah
BTM yang disatukan dengan terigu aman. Ini bisa diketahui dari bahan tambahan
tersebut.
Bahan pelapis martabak pun harus diteliti. Ini untuk menepis kekhawatiran adanya bahan gelatin yang berbahaya. Demikian halnya dengan keju yang digunakan. Keju terbuat dari susu yang digumpalkan dengan bantuan rennet.
Bahan pelapis martabak pun harus diteliti. Ini untuk menepis kekhawatiran adanya bahan gelatin yang berbahaya. Demikian halnya dengan keju yang digunakan. Keju terbuat dari susu yang digumpalkan dengan bantuan rennet.
“Kalau tidak teliti, ada rennet yang dibuat dari usus babi. “Kalau bahan tidak halal, ya berarti makanan itu pun menjadi tidak halal,” kata Osmena.
Gula dalam martabak manis juga terdapat titik
kritisnya. Kalau gulanya sendiri, pada dasarnya mengonsuminya ialah halal. Tapi, yang
dikhawatirkan adalah proses pemurniannya yang menggunakan arang aktif.
Titik kritisnya ialah bahan dasar arang tersebut. Bisa saja, ada oknum produsen yang menggunakan tulang babi sebagai bahan arang aktif.
Titik kritisnya ialah bahan dasar arang tersebut. Bisa saja, ada oknum produsen yang menggunakan tulang babi sebagai bahan arang aktif.
Demikian pula bahan pengembang, termasuk yang biasa dipergunakan dalam pembuatan roti atau martabak. Sejumlah pengembang terbuat dari lemak. Sumber lemak itu bisa diperoleh dari lemak babi.
Bila demikian, bisa berpengaruh pada kehalalan martabak yang dibuat. Tak ketinggalan, perihal taburan yang diberikan di atas martabak. Secara umum, taburan yang aman ialah taburan berbahan dasar alami, seperti ketan hitam, kacang, atau parutan kelapa.
Tapi, bila memilih keju, meses, atau selai, perlu mencermati bahan-bahannya. Osmena Gunawan pun memberikan saran bagi konsumen agar membeli martabak yang telah bersertifikat halal. “Biasanya, pedagang mencantumkannya, baik di spanduk maupun di kemasan,” ujarnya.
Pentingnya kesadaran pedagang martabak akan kehalalan dagangan mereka, yang lantas mendorong LPPOM MUI menggelar Sosialisasi Sertifikasi Halal Martabak Manis se-DKI
Acara yang bekerja sama dengan PT Guten Braun itu melibatkan 100 pedagang martabak di
Kegiatan ini adalah bentuk edukasi kepada para
pedagang untuk mengedepankan prinsip halal di bisnis mereka. Sosialisasi ini
menggiring para pedagang untuk menyertifikasikan kehalalan makanan yang
dijualnya.
(Sumber republika.co.id)
(Sumber republika.co.id)