seafast.ipb.ac.id, Berbicara tentang MSG (mono sodium glutamat) bukanlah bumbu masak yang terbilang asing. Tak perlu disebut satu-persatu jenis masakan yang menggunakan bahan ini sebagai pelengkap. Fungsinya sebagai sumber rasa gurih memang tidak terbantahkan. Namun, tidak serta merta bahan ini secara terbuka diterima, dan bebas dari isu negatif, terutama apabila dikaitkan dengan kesehatan.
MSG pertama kali diproduksi di Jepang 100 tahun yang lalu. Tepatnya, tahun 1909. Perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkannya secara masal, Ajinomoto. Seiring dengan berjalannya waktu, dan kebutuhan masyarakat terus meningkat, muncullah kemudian merek MSG lain.
Berawal dari penelitian Prof Kikunae Ikeda (1908) yang menemukan bahwa glutamat merupakan sumber rasa gurih (Umami). Saat itu, dia berhasil mengisolasi glutamate dari kaldu rumput laut (Kombu). Setahun kemudian (1909) Saburosuke Suzuki membuatnya secara komersial.
Perkembangan lain yang patut dicatat adalah bahwa rasa Umami telah diakui secara internasional sebagai rasa dasar kelima selain rasa manis, pahit, asam, dan asin.
Menurut Direktur Umami Information Center, Kumiko Ninomiya, Umami banyak ditemukan pada bahan pangan alami seperti tomat, daging, jagung, ikan, dan lainnya.
Selain itu, komponen utama pembentuk rasa Umami adalah glutamat, inosinat, dan guanylate. ”Saat ini, semua jenis kaldu, bumbu dan saos kaya akan glutamat,” ujar Kumiko mengungkapkan peranan Umami dalam dunia kuliner.
Keberadaaan Umami, lanjut Kumiko, nyata dalam bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, seperti daging, ikan, susu, dan sayuran. Selain memberi kelezatan pada masakan, Umami ternyata juga bermanfaat mendorong masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang lebih bernutrisi.
"Dengan Umami, olahan makanan bernilai gizi tinggi menjadi lebih bisa dinikmati. Ini akan sangat berguna bagi pasien selama masa penyembuhan. Sehingga dapat mempercepat proses pemulihan," ungkap Kumiko.
Peneliti Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center IPB, Dr Nuri Andarwulan, menjelaskan, kandungan glutamat bebas pada berbagai masakan sangat bervariasi. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, terungkap bahwa asupan glutamat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, sebagian besar berasal dari masakan rumahan. Kemudian, diikuti makanan di luar rumah, serta pangan olahan.
”Penelitian juga dilakukan terhadap beberapa macam menu tradisional. Terungkap, bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kadar glutamat dalam pangan, di antaranya bahan baku dan komposisi penggunaan MSG, bumbu ataupun rempah-rempah; serta proses pengolahan,” kata Nuri.
Advisor Department Public RelationPT Ajinomoto Indonesia, Turiadi, menyebutkan, bahwa The Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA), sebagai lembaga di bawah naungan FAO dan WHO yang menentukan keamanan bahan tambahan pangan telah mengevaluasi keamanan glutamat pada 1971, 1974, dan 1987. JECFA menyimpulkan bahwa untuk glutamat ADI-nya adalah not specified. “Artinya aman dikonsumsi,” ujar Turiadi.
Penggunaan MSG
Salah satu sumber Umami cukup terkenal adalah MSG. Bagaimana dengan sodiumnya? Sodium yang terkandung dalam MSG sering menjadi pertanyaan, terutama dengan semakin banyaknya penderita hipertensi. FAO merekomendasi asupan sodium harian.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yamaguchi S, dan Takahashi C (1984), penggunaan MSG justru akan mengurangi penggunaan garam dalam masakan. Satu sendok makan MSG hanya mengandung sodium sepertiga dari jumlah sodium yang dikandung satu sendok teh garam.
Rasa Umami dalam dunia kuliner sudah menjadi bagian penting. Menurut ahli kulinologi, Hindah Jatiningrum, chef di restoran atau hotel menggunakan kaldu untuk menghasilkan cita rasa tersebut. Kaldu tersebut biasanya diperoleh dari hasil ekstraksi tulang daging sapi, ayam, ikan, dan sayuran.
Di Indonesia, MSG Ajinomoto terbuat dari tetes tebu dan singkong melalui proses fermentasi. Proses fermentasi kita kenal sebagai proses tradisional untuk membuat tempe, tape, kecap dan tauco.
Tidak ada penetapan angka untuk membatasi konsumsi MSG. Di Amerika, MSG dimasukkan dalam GRAS ( generally recognized as safe) sama seperti gula, garam, dan soda kue.
Isu-isu negatif yang selama ini dikaitkan dengan MSG tidak didasari dengan bukti-bukti ilmiah yang diakui kredibilitasnya. Ada beberapa penelitian yang memvonis MSG sebagai sumber suatu penyakit ternyata merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode yang rancu dan tidak relevan dengan pemakaian MSG dalam kehidupan sehari-hari.
Penemuan terbaru pada 2007 menunjukkan, di lidah dan lambung memiliki reseptor glutamat. Keberadaan reseptor glutamat ini membantu proses pencernaan di lambung dengan diproduksinya cairan pencernaan yang mampu memperlancar proses cerna makanan.
Penggunaan MSG dalam makanan juga mampu mengurangi konsumsi garam dapur 20 ¨C 40 persen dengan tetap mempertahankan rasa enak makanan. Hal ini sangat membantu proses pengurangan risiko penyakit hipertensi dan jantung dengan tetap memberikan penyajian makanan dengan rasa yang tetap enak.
http://seafast.ipb.ac.id/articles/115-umami-sumber-rasa-gurih/