Karaktersitik utama hidrokoloid adalah kemudahan dalam
penyerapan air dan pembentukan gel. Fardiaz (1989) mengemukakan pembentukan gel
adalah fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer
sehingga terbentuk jala tiga dimensi bersambung. Selanjutnya, jala menangkap
atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang
kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari suatu jenis hidrokoloid
ke jenis lainnya, bergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti
padatan, khususnya elastisitas dan kekakuan.
Mekanisme pembentukan gel secara garis besar dijabarkan Funami (2011) sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Hidrokoloid umumnya mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible, yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel mengakibatkan polimer dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan maka polimer terikat silang secara kuat dan bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang berperan membentuk gel yang kuat (Glicksman, 1983). Jika proses diteruskan, ada kemungkinan pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).
Sineresis adalah karakteristik yang dapat dilihat berupa terjadinya pengkerutan gel yang bersifat lambat, dipengaruhi waktu dengan hasil terlepasnya cairan dari gel. Sineresis dalam suatu gel terlihat dari banyaknya air yang dilepaskan gel oleh pengaruh penyimpanan. Semakin besar nilai sineresis menunjukkan gel semakin mudah melepaskan air dan biasanya kurang disukai dalam perdagangan. Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan menyimpan masing-masing puding pada suhu refrigerator (10 ◦C) selama 24 jam. (Darmawan, 2014)
Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari gel, salah satu penyebab sineresis adalah kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan ikatan baru antara polimer dari struktur gel (Sunanto, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakterstik hidrokoloid (Herawati, 2018):
1. Kation dan anion
Keberadaan suatu kation (ion positif, contohnya H+) dan anion (ion negatif contohnya OH-) akan mempengaruhi karakteristik hidrokoloid. Kation yang ditambahkan atau berada dalam campuran hidrokoloid akan terjerembab dalam struktur ikatan hidrokoloid (Gambar 1).
2. Strutur dasar dan gugus fungsional
Karakteristik spesifik yang dimiliki hidrokoloid dipengaruhi pula oleh struktur dasar maupun gugus fungsional yang terkandung dalam masing-masing jenis hidrokoloid. Pada karagenan, misalnya, dibedakan berdasarkan sumber bahan baku dan gugus fungsional. Karagenan dapat dibagi menjadi kappa, iota, dan lamda karagenan. Kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut Eucheuma cottonii, iota karagenan dari Eucheuma spinosum, dan lambda karagenan dari Chondrus crispus.
3. Sinergitas dengan komponen bahan utama
Sinergisitas dari hidrokoloid dengan komponen bahan lainnya juga dipengaruhi oleh struktur kimia dan gugus fungsional. Sinersigitas tersebut harus diperhatikan terkait dengan bahan baku utama yang digunakan dalam suatu produk. Salah satu contoh adalah sinergisitas beberapa hidrokoloid dengan pati dan tepung. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dapat bersinergi untuk menaikkan potensi pembentukan pasta pada tepung jagung, gandum, dan kentang (BeMiller 2011).
4. Suhu
Kemampuan hidrokoloid untuk larut dan membentuk gel pada kondisi suhu atau pH tertentu perlu diperhatikan terkait dengan sifat fungsional produk pangan yang diinginkan. Dalam menghasilkan saos, misalnya, ruangan dalam kondisi viskositas perlu dipertahankan agar stabilitas saos yang telah diberi hidrokoloid tetap stabil dan tidak terpisah. Prinsip dasar ini juga dapat diterapkan dalam menghasilkan selai dan puding.
Menurut Subaryono et al. (2003), produk gel yang disimpan pada suhu rendah seperti puding dan jeli memerlukan sifat kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Sineresis yang tinggi pada produk gel akan menyebabkan gel menjadi mengkerut atau kering selama penyimpanan. Kekuatan gel puding dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Puding yang memiliki kekuatan gel yang rendah menghasilkan puding menjadi lembek sehingga tingkat penerimaan konsumen menjadi menurun.
Quality Assurance Technician at PT. Rich's Product Manufacturing Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BeMiller, J.N. 2011. Pasting, paste, and gel properties of starch– hydrocolloid combinations. Carbohydrate Polymers 86: 386– 423
Darmawan, M. Rosmawaty, P. Rizal, S. Indah, K. Dina, F. 2014. Pengaruh penambahan karaginan untuk formulasi tepung puding instan. JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 hal. 83-89
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan.
Funami, T. 2011. Next target for food hydrocolloid studies texture design of foods using hydrocolloid technology. Food Hydrocolloids. 25: 1904–1914
Glikcsman. 1983. Food Hydrocolloids. Volume I. Florida: CRC Press Boca Raton. P 207.
Herawati, H. Potensi hidrokoloid sebagai bahan tambahan pada produk pangan dan nonpangan bermutu. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 37 No. 1 : 17-25
Subaryono, Utomo, B.S.B., Wikanta, T., & Satriyana, N. (2003). Pengaruh penambahan iota karaginan pada ekstraksi agarosa dari agar-agar menggunakan cetylpiridinum klorida. J. Penel. Perikanan Indonesia. 9(5): 1–5