Langsung ke konten utama

BTP



Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ....
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Halini disebabkan karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun mengenai peraturan tentang BTP. Karena pengaruh terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
l. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, keken¬talan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses pengolahan. Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikro¬ba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih balk, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

Klasifikasi BTP
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:

1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mence¬gah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat rnenguraikan secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.

Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP

Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya pada makanan lebih sering dibandingkan dengan BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang sering digunakan tersebut dijelaskan di bawah ini.

Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur mela¬lui peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam rnakanan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Tetapi masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanau jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan walaupun dalam jumlah sedikit.
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan pewarn alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah:
• Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
• Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/k, dan lemak dan minyak makan (secukupnya).
• Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
• Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krrm dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan (secukupnya).

Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
• Rasanya lebih manis
• Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
• Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
• Harganya lebih manis.
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempu¬nyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai "biang gula".
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena terbukti berbahaya bagi kesehatan. Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen rninuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada alasan ekonorni karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup dalarn jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg – 3 g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 mg/kg maka jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita rnengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh mengkonsumsi 25/500 x 1 kg atau 50 g kue.
Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam makan adalah sebagai berikut:
• Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin,minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (300mg/kg), es krim, dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori rendah (100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fernentasi berkalori rendah (50 mg/kg).
• Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), un¬tuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg), pernen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).
• Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).
• Aspartam

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:
• Benzoat (dalam bentuk asam, atau gararn kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg,/kg), serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1 g/kg).
• Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat), yaitu bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).
• Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat), yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).
• Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/kg).
• Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit, dan selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan baso, mie basah, lontong dan ketupat.
Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan ma¬kanan seperti tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya meru¬pakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 formalin meru¬pakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.

Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak dan terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan citarasa pada makanan. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.

Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Jenis makanan yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin, jem, jeli, sirup, dan lain-lain. Bahan-¬bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya:
• Agar, untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya (10 g/kg), keju (8 g/kg), yogurt (5 g/kg), dan kaldu (secukupnya).
• Alginat (dalarn bentuk asam, atau garam kalium atau kalsium alginat), untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), keju (5 g/kg), dan kaldu (3 g/kg).
• Dekstrin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt (10 g/kg), dan kaldu (secukupnya).
• Gelatin, untuk yogurt (10 g/kg) dan keju (5 g/kg).
• Gom (bermacam-macam gom), untuk es krim, es puter, sardin dan sejenisnya, serta sayuran kaleng yang mengandung mentega, minyak dan lemak (10 g/kg), keju (8 g/kg), saus slada (7,5 g/kg), yogurt (5 g/kg), minuman ringan dan acar ketimun dalam botol (500 mg/kg).
• Karagen, untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya, serta sayuran kaleng yang mengandung mentega, lemak atau minyak (10 g/kg), yogurt, keju dan kaldu (5 g/kg), dan acar ketimun dalam botol (500 mg kg).
• Lesitin, untuk es krirn, es puter, keju, makanan bayi dan susu bubuk instan (5 g/kg), roti, margarin dan minuman hasil olah susu (secukupnya).
• Karboksimetil selulosa (CMC), untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya (10 g/kg), keju dan krim (5 g/kg), dan kaldu (4 g/kg).
• Pektin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), sardin dan sejenisnya (20 g/kg), yogurt, minuman hasil olah susu, dan sayur kalengan yang mengandung mentega, lemak dan minyak (10 g/kg), keju (8 g/kg), jem dan marmalad (5 g/kg), sirup (2,5 g/kg), dan minuman ringan (500 mg/kg).
• Pati asetat, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt dan sayuran kaleng yang mengandung mentega, lemak dan minyak (10 g/kg) dan kaldu (secukupnya).

Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat di dalam makanan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak dan minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan beku, ikan asin, dan lain-lain. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya :
• Askorbat (dalam bentuk asam sorbat, atau garam kalium, natrium atau kalsium), yaitu antioksidan untuk kaldu (l g/kg), daging olahan/awetan, jem, jeli dan marmalad, serta makanan bayi (500 mg/kg), ikan beku (400 mg/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
• Butil Hidroksianisol (BHA), untuk lemak dan minyak makan serta mentega (200 mg/kg), dan margarin (100 mg/kg).
• Butil Hidroksitoluen (BHT), untuk ikan beku (1 g/kg), minyak, lemak, margarin, mentega dan ikan asin (200 mg/kg).
• Propil galat, untuk lemak dan minyak makan, margarin dan mentega (100 mg/kg).
• Tokoferol, untuk makanan bayi (300 mg/kg), kaldu (50 mg/kg), serta lemak dan minyak makan (secukupnya).

Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah :
• Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat. yaitu terdapat di dalam soda kue (jumlah yang diizinkan adalah secukupnya).
• Asam laktat, untuk makanan pelengkap serealia (15 g/kg), makanan bayi kalengan (2 g/kg), dan rnakanan-makanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, buah-buahan kaleng, bir, roti, margarin, keju, sardin, es krim, es puter, dan acar ketimun dalam botol (secukupnya).
• Asam sitrat, untuk makanan pelengkap serealia (25 g/kg), makanan bayi kalengan (15 g/kg), coklat dan coklat bubuk (5 g/kg), dan makanan-rnakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging, kepiting dan sardin kalengan, margarin, keju, saus, sayur dan buah kaleng (secukupnya).
• Kalium dan natrium bikarbonat, untuk coklat dan coklat bubuk (50 g/kg), mentega (2 g/kg), serta makanan lainnya seperti pasta tomat, jem/jeli, soda kue, dan makanan bayi (secukupnya).

Anti Kempal
Antikempal biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk tepung atau bubuk. Oleh karena itu peranannya di dalam makanan tidak secara langsung, tetapi terdapat di dalarn bahan-¬bahan yang digunakan untuk membuat makanan seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir, dan sebagainya. Beberapa bahan antikempal yang diizinkan di dalam bahan-bahan untuk makanan diantaranya:
• Aluminium silikat, yaitu untuk susu dan krim bubuk (1 g/kg).
• Kalsium aluminium silikat, yaitu untuk serbuk garam dengan rempah atau bumbu serta merica (20 g/kg), gula bubuk (15 g/kg), dan garam meja (10 g/kg).
• Kalsium silikat, penggunaannya untuk produk-produk seperti pada penggunaan kalsium aluminium silikat, ditambah untuk susu bubuk (10 g/kg) dan krim bubuk (1 g/kg).
• Magnesium karbonat, penggunaannya seperti pada kalsium silikat.
• Magnesium oksida dan magnesium silikat, penggunaannya seperti pada aluminium silikat.
Pemutih dan Pematang Tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan diantaranya:
• Asam askorbat, yaitu digunakan untuk tepung (200 mg/kg)
• Kalium bromat, untuk tepung (150 mg-:,g) serta roti dan sejenis-nya (100 mg/kg)
• Natrium pirofosfat, untuk adonan kue (5 g/kg bahan kering), roti dan sejenisnya (3,75 g/kg tepung), wafel dan tepung campuran wafel serta serabi dan tepung campuran serabi (3 g/kg bahan kering).

Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya:
• Kalsium glukonat, untuk mengeraskan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng seperti irisan tomat kalengan (800 mg/kg), tomat kalengan (450 mg/kg), buah kalengan (350 mg/kg), acar ketimun dalam botol (250 mg/kg), serta jem dan jeli (200 mg/kg).
• Kalsium klorida, penggunaannya seperti kalsium glukonat, ditambah dengan apel dan sayuran kalengan (260 mg/kg).
• Kalsium sulfat, untuk irisan tomat kalengan (800 mg/kg), tomat kalengan (450 mg/kg), serta apel dan sayuran kalengan (260 mg/kg).

Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna makanan. Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk makanan diantaranya:
• Asam fosfat, untuk produk kepiting kalengan (5 g/kg), serta lemak dan minyak makan (100 mg/kg).
• Isopropil sitrat, untuk lemak dan minyak makan serta margarin (100 mg/kg).
• Kalsium dinatrium edetat (EDTA), untuk udang kalengan (250 mg/kg), jamur kalengan (200 mg/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
• Monokalium fosfat, untuk ikan dan udang beku (5 g/kg), daging olahan/awetan (3 g/kg), dan kaldu ( 1 g/kg).
• Natrium pirofosfat, penggunaan seperti monokalium fosfat, ditambah untuk sardin dan produk sejenisnya (5 g/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman.
Diperbarui sekitar 11 bulan yang lalu · Komentari · Tidak SukaSuka
Anda dan Cuncun Winardi menyukai ini.
Tulis komentar...
Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan ( Pangan )
Bagikan
03 Juni 2009 jam 10:24 | Sunting Catatan | Hapus
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1). pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan;
2). katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
3). reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan;
4). kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan
5). kontaminasi serangga, parasit dan tikus. Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen (aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya.

Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan;
2. katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
3. reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan;
4. kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan
5. Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
1. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial;
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan
3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
o mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
o mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
o menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
o membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.

Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.

Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.

Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.
Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.

Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.

Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen.

Penggunaan pengawet dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga merupakan cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan SO2 menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. Pemaparan pangan dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan nyata pada kualitas produk.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (?100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara selektif.

Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan (pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan \ wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.

Pengarang : Elvira Syamsir
Ringkasan oleh : anin
Source : Prinsip Pengolahan dan Pengawetan Makanan

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bread Improver dan Para Pemainnya

Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver

Resep Liang Teh & Cara Masaknya

  Bahan bahan liang teh bisa didapatkan di toko obat china yang menjual jamu2 tradisional, jika dijakarta bisa ditemukan didaerah glodok. Biasanya bahan bahan tersebut sudah dalam 1 paket.    Berikut bahan-bahannya untuk membuat Liang Teh : 1. Mesona Palustris (Cincau Hitam/Grass Jelly Drink) / sienchau (xiancao) Ekstrak daun cincau hitam memiliki kandungan senyawa antioksidan yang cukup tinggi yang berasal dari golongan flavonoid, polifenol, maupun saponin. Menurut penelitian (Nurdyansyah dan Widyansyah (2017) yaitu ekstrak daun cincau hitam memiliki nilai IC50 66,67 ppm serta total fenol sebesar 829,7 ppm. Nilai IC50 tersebut membuktikan bahwa tanaman cincau hitam berpotensi sebagai bahan pangan fungsional yang mampu sebagai antioksidasi dalam tubuh akibat paparan senyawa radikal bebas. Berdasarkan review yang berjudul Beneficial Effect of Mesona palustris BL: A Review on Human and Animal Intervention terbukti bahwa cincau hitam memiliki kandungan antioksidan. Selain itu, pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR

  Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman. 1. Faktor Fisika  Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:   A. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.   B. Temperatur Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.   C. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan