Langsung ke konten utama

KOMPOSISI DAN PROSES PEMBUATAN BISKUIT


















Biskuit merupakan prodik pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.Biasanya formulasi biscuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang (Anonymous, 2004).

Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwoajo, 2003).

Menurut Wallington (1993), sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan.

Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan merupakan karakteristik mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan (Matz, 1991).

Bahan-bahan Pembuatan Biskuit

a. Tepung

Tepung adalah suatu bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 μm. Tepung memberikan struktur dasar pada quick bran. Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan kandungan protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit digunakan tepung terigu dengan kadar protein 7-8 %(soft). Namun dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan maka dibuatlah tepung non gandum sebagai substitusi tepung terigu seperti tepung tapioka, tepung ubi jalar, tepung kacang tunggak, tepung talas, dan lain-lain. Pemakaian tepung ini selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi juga untuk meningkatkan potensi produk lokal. Di dalam pengolahan biskuit sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan nilai gizi berupa energi (whistler, 1999).

Jenis tepung gandum yang digunkan tergantung pada produk yang akan dibuat (Fellows dan Hampton, 1992). Tepung dari soft wheat yang cocok untuk pembuatan biskuit dapat bervariasi dalam kandungan proteinnya yaitu dari 7-7.5 % (untuk cookies) hingga 10% atau lebih (untuk crackers) (Smith, 1991).

b. Telur

Menurut Flick (1964) dalam Desroisier (1988) beberapa jenis telur digunakan dalam produksi kue , biskuit dan sejenisnya. Telur utuh mengandung 8-11% albumen (putih telur) dan 27-32% kuning telur. Albumen berfungsi sebagai agensia pengeras, sedangkan kuning telur sebagai agensia pengempuk (Smith,1991).

Penambahan telur dalam pembuatan produk-produk biskuit menurut Lawson (1995), mempunyai fungsi: 1)menyumbangkan warna, 2)menambah cita rasa, 3)sebagai bahan pengempuk dan 4)menambah nilai nutrisi. Wallington (1993), menyatakan ada tiga sifat telur yang paling penting yaitu kemampuan pembuihan, emulsifikasi, dan koagulasi.

c. Bahan Pengembang

Menurut Lawson (1995), bahan pengembang adalah bahan yang mampu menghailkan gas karbondioksida (CO2) sehingga dapat mengembangkan butter maupun dough hingga mencapai ukuran yang semestinya selama proses pemanggangan.

Bahan pengembang yang banyak digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung soda kue (NaHCO3) (Anonymous, 2005c). Penggunaan yang luas dari sodium bikarbonat sebagai bahan pengembang didasarkan pada harga yang murah, tidak beracun, mudah penggunannya, relatif tidak terasa dalam produk akhir dan memiliki kemurnian tinggi (Anonymous,2005d).

d. Air

Air mempunyai sifat yang nyata terhadap sifat-sifat adonan (Matz,1992). Menurut Winarno (1989), air dalam adonan selain berfungsi untuk melarutkan garam, juga membantu menghasilkan adonan yang homogen. Air juga berfungsi untuk membasahi pati dan protein tepung yang nantinya dapat membentuk kerangka dalam adonan (Flick,1964 dalam Desrosier,1988). Air dianggap sebagai agensia pengeras, karena bergabung dengan protein dari tepung dan membantu dalam pembentukan gluten (Desrosier,1988).

Proses Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.

Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontinu (Kobs, 2001a). Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembang dimasukkan (Bennion, 1980).

Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit.

Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dengan oven. Menurut Desrisier (1998) pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Selama pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna (Kobs,2001b).

Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunnya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit (Fellows,1992). Hui (1992) juga menyatakan pemanggangan dilakukan dengan oven dan jenis kue. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi. Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika bahan dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan permukaan cookies menjadi retak-retak.

Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jiak cookies terlalu cepat didinginkan bias terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya (Kobs,2001a).

Mutu biskuit disamping ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan oleh warna, aroma, cita rasa dan kerenyahannya. Dari sekian parameter tersebut, menurut Matz (1992) yang paling menentukan adalah kerenyahannya.

CREATED BY MAHASISWA ITP-FTP UB

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bread Improver dan Para Pemainnya

Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver

Resep Liang Teh & Cara Masaknya

  Bahan bahan liang teh bisa didapatkan di toko obat china yang menjual jamu2 tradisional, jika dijakarta bisa ditemukan didaerah glodok. Biasanya bahan bahan tersebut sudah dalam 1 paket.    Berikut bahan-bahannya untuk membuat Liang Teh : 1. Mesona Palustris (Cincau Hitam/Grass Jelly Drink) / sienchau (xiancao) Ekstrak daun cincau hitam memiliki kandungan senyawa antioksidan yang cukup tinggi yang berasal dari golongan flavonoid, polifenol, maupun saponin. Menurut penelitian (Nurdyansyah dan Widyansyah (2017) yaitu ekstrak daun cincau hitam memiliki nilai IC50 66,67 ppm serta total fenol sebesar 829,7 ppm. Nilai IC50 tersebut membuktikan bahwa tanaman cincau hitam berpotensi sebagai bahan pangan fungsional yang mampu sebagai antioksidasi dalam tubuh akibat paparan senyawa radikal bebas. Berdasarkan review yang berjudul Beneficial Effect of Mesona palustris BL: A Review on Human and Animal Intervention terbukti bahwa cincau hitam memiliki kandungan antioksidan. Selain itu, pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR

  Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman. 1. Faktor Fisika  Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:   A. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.   B. Temperatur Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.   C. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan