Langsung ke konten utama

Teknologi dan Manajemen Pengemasan - Susu Cair Sterilisasi


Susu Cair INDOMILK (SCI) adalah susu steril siap minum dan dikemas dalam botol plastik transparan kedap udara . SCI ini memiliki berat bersih 195 ml pada setiap botol yang diformulasikan sesuai untuk anak dalam usia pertumbuhan 3 – 12 tahun, namun remaja dan orang dewasapun juga dapat mengkonsumsinya. Produk ini memiliki kandungan nutrisi yang penting bagi kesehatan tulang, yaitu Triple Bone Care (Kalsium, Fosfor dan Vitamin D) dan Kolin. Susu cair steril INDOMILK juga diperkaya dengan Vitamin A, B1, B6 dan D3 untuk membantu pemenuhan gizi sehari-hari. Keseluruhan vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya membantu pertumbuhan anak. Susu Cair INDOMILK (SCI) juga memiliki 4 (empat) varian rasa yang disukai anak- anak yakni rasa melon, strawberry, vanilla dan cokelat. Dengan formulasi tertentu SCI dapat melekat dihati para konsumennya karena memiliki rasa yang disukai anak- anak dan tidak menyebabkan eneg. Sistem pengawetan yang alami juga ditonjolkan pada produk ini. Sistem pengawetan alami produk olahan susu dengan sistem sterilisasi dilakukan pada produk ini. Berbeda dengan UHT (Ultra High Temperature), SCI ini diproses dengan 2 kali pemasakan yakni dengan pasteurisasi lalu sterilisasi dengan suhu 121,10C. (Anonymous, 2012)

Proses Produksi dari Susu Cair Sterilisasi sendiri yakni (Shanti, 2011) :

1. Susu segar melalui proses pemeriksan dan penyimpanan dengan tujuan standarisasi pada suhu 40C.
2. Susu yang sudah terstandarisasi dicampur dengan komponen yang lain yakni rasa, gula dan beberapa vitamin tambahan.
3. Setelah proses pencampuran seluruh komponen, maka campuran susu siap untuk pemasakan tahap pertama yakni pasteurisasi. Pada proses pasteurisasi ini susu akan dimasak sampai pada suhu 80 0C.
4. Setelah Pasteurisasi selesai, maka susu akan melalui proses packaging pada botol yang berbahan HDPE dan tutup botol yang berwarna merah dari bahan alumunium foil. Pengemasan yang digunakan adalah pengemasan kedap udara.
5. Setelah pengemasan, maka botol akan berjejer dan membentuk barisan untuk melakukan proses pemasakan berikutnya yakni proses steerilisasi.

Jenis sterilisasi yang dilakukan adalah sistem batch. Sistem ini menggunakan alat sterilisasi Autoclave yang berfungsi sebagai memberikan suhu yang tinggi yakni 1210C. Pada proses ini tidak selama pasteurisasi, hanya berapa menit berselang, SCI sudah dapat keluar dari alat Autoclave.

Setelah SCI keluar dari Autoclave maka langsung melalui proses pelabelan pada badan botol yang disebut Shrink-Wrap Plastic Label.

Setelah proses pelabelan, maka botol- botol akan dikemas dalam karton dan siap disimpan digudang.

Penyimpanan digudang digunakan untuk mengetahui perubahan yang apabila sewaktu- waktu terjadi pada botol sebelum di distribusikan.

PENYIMPANGAN PRODUK

1. Perubahan Produk Secara Mekanis

Setelah Susu cair sterilisasi botol dikemas dalam karton maka produk akan diawasi jika terjadi apa- apa yang dianggap berbahaya. Perubahan produk secara mekanis atau fisiklah yang paling mudah terlihat dan terdeteksi setelah produk dikemas. Pada Susu Cair ini memiliki kemasan botol plastik HDPE (High Density Polyethylene) ini jelas memiliki karakteristik yakni transparan dan teksturnya lebih kaku dari kemasan botol yang terbuat dari PE (polyethylene). HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram (namun masih transparan) dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. HDPE hanya digunakan untuk sekali pemakaian, kerana antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu yang bisa mempengaruhi mutu susu. (Harper, 1975).

Dengan karakteristik botol diatas maka dapat disimpulkan bahwa botol yang digunakan untuk susu cair sterilisasi adalah yang memiliki standar yang telah diatur karena botol tersebut juga melewati sterilisasi dengan suhu yang tinggi. Namun tidak semua produk dapat berjalan mulus sampai pada konsumen yang menerimanya. Dengan segala kelalaian yang bukan dilakukan pihak perusahaan, biasanya meyebabkan susu cair sterilisasi mengalami kerusakan pada kemasan yang berakibat pada kandungan susu yang rusak bahkan cenderung berbahaya. Salah satu penyimpangan produk ini adalah jika disebabkan oleh mekanis atau kontak fisik.

Penyimpangan produk yang disebabkan oleh mekanis yakni cenderung pada kontak fisik yakni bersentuhannya botol dengan sesuatu yang dapat merusak permukaan botol yang dapat menyebabkan perubahan komposisi pada susu yang bersangkutan. Hal yang banyak terjadi yakni maksimum tumpukan yang dilangar (over maksimum) yang menyebabkan botol karton bagian bawah penyok dan susu akan rusak. Kerusakan akibat mekanis lainnya yakni bersentuhannya benda tajam dengan tutup botol yang terbuat dari Alumunium foil yang menjadikan tutup botol berlubang dan memungkinkan bahan asing masuk dan perubahan struktur udara dari yang kedap udara menjadi berudara. Selain itu terdapat beberapa keterangan seperti harus disimpan ditempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari yangmemungkinkan botol pengemasnya akan rusak.

2. Penyimpangan Secara Kimiawi

Penyimpangan secara kimia pada susu cair terjadi saat susu cair mengalami kontaminasi kimia didalamnya. Menurut SNI dalam hal kadar lemak minimum, kadar bahan kering tanpa lemak minimum, kadar protein minimum yang nilainya lebih besar dibandingkan susu pasteurisasi yang menjadikan kemasan susu sterilisasi harus sangat diperhatikan. Kadar minimum lemak yang terkandung adalah 3,0/2,0 mg/kg dan kadar protein minimum 2,7/2,4 mg/kg (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Sedangkan kadar bahan kering tanpa lemak 8,0 mg/kg/tidak dipersyaratkan (Anonymous, 2010). Dengan kandungan minimum yang disyaratkan maka perlu adanya penanganan lebih agar tidak terjadi kontaminasi yang disebabkan oleh banyak faktor seperti bahan baku susu segar, metode pengolahan, bahan pengemas atau bahan baku pembantu lainnya.

Pada penyimpangan secara kimia ini juga yang biasa menjadi indikator adalah jumlah padatan terlarut yakni yang berupa logam berat yang membahayakan tubuh. seperti antibiotika, pestisida atau insektisida. Pestisida biasanya ada dikarenakan makanan yang dimakan sapi perah mengandung pestisida yang apabila dikonsumsi terus menerus akan menyebablan efek yang buruk bagi konsumen susu sterilisasi (Sakung, 2004). Benda- benda asing lainnya yakni bahan tambahan makanan yang merupakan bahan yang memiliki standar penambahan sendiri. Tidak dapat dipungkiri jika setiap perusahaan memiliki standar yang berbeda dan selalu menggunakan bahan tambahan makanan ini sebagi daya tarik, memperkuat organoleptik serta kenampakan produk. Dari bahan – bahan yang nampaknya berpotensi sebagai sumber penyimpangan produk secara kimia, juga terdapat satu kemungkinan kontaminasi kimia terjadi lagi yakni melalui bahan pengemas.

Susu ini dikemas terlebih dahulu baru disterilisasi pada suhu tertentu yakni sekitar 121,10C. Sterilisasi ini (batch sterilization) memiliki banyak kekurangan diantaranya warnanya menjadi lebih cokelat, nilai gizi turun dan lebih beraroma pemasakan. Selain dari metode, bahan pengemas yang terbuat dari plastik HDPE yang meskipun aman dibanding PE dan PET namun seluruh jenis plastik pada keseluruhan akan mengeluarkan lapisan yang terkikis saat proses yang dikenakan adalah panas atau panas sekali. Sehingga jika konsumen menemukan susu cair sterilisasi yang terkontaminasi secara kimia akan berhubungan dengan rusaknya struktur susu (biasanya ditandai dengan viskositas tinggi) yang menjadikan bahaya bagi pengkonsumsinya serta kandungan bahan asing (sengaja atau tidak) yang tidak standar akan menyebabkan kontaminasi secara kimia yang akan baru diketahui saat produk telah dikemas.

3. Penyimpangan Secara Biokimia

Pada Susu Sterilisasi penyimpangan secara biokimia jarang sekali bahkan belum terjadi. Hal ini dikarenakan penyimpangan ini biasanya terjadi pada sesuatu yang segar yang belum mengalami suatu tahapan pengolahan. Pada Susu Cair ini penyimpangan ini belum ditemukan.

4. Penyimpangan Secara Mikrobiologi

Pada penyimpangan produk Susu Cair Indomilk (SCI) secara mikrobiologi akan terlihat ketika adanya berbagai cemaran mikroba setelah melalui proses pengemasan. Menurut Miskiyah (2009) Mikroba yang dimaksud bukan hanya mikroba pathogen (Salmonella dan E. Colli) namun juga koliform. Koliform adalah cemaran bakteri yang biasanya berasal dari sanitasi pekerja, atau peralatan pemerahan yang digunakan kurang higenis. Munculnya mikroba padahal sudah dilakukan proses strerilisasi ini dapat disebabkan banyak hal yakni diantaranya suhu pada waktu sterilisasi belum mencapai suhu yang ditentukan, menurut Souviah (2011) batch sterilization biasanya dilakukan pada suhu 1130C dengan lama waktu 15- 40 menit menggunakan alat Autoclave. Batch sterilization ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya warnanya lebih cokelat, beraroma pemasakan dan penurunan nilai gizi. Selain kesalahan pengaturan suhu, hal yang mungkin terjadi adalah penggunaaan metode sterilisasi yang kurang tepat sampai pada peralatan produksinya yang mengalami gangguan. Pada dasarnya SCI memiliki beberapa parameter yang menjadikannya berbeda dengan susu dengan cara pengolahan yang bukan sterilisasi.

Dengan proses sterilisasi seharusnya seluruh mikroba baik pembusuk (telah terbunuh pada pasteurisasi) mupun mikroba pathogen akan terbunuh sempurna seperti pada standar SNI susu sterilisasi yang ada. Dengan adanya suatu kemungkinan kegagalan proses sterilisasi tersebut menjadikan konsumen sengai korbannya karena denga mengkonsumsi mikroba pathogen maka konsumen akan mengalamisakit kritis dan dapat menyebabkan kematian. Penyimpangan ini muncul ketika umur yang tertera pada label belum mencapai ”baik digunakan sebelum”(exp. date) namun susu sudah terkontaminasi oleh gagalnya proses produksi. Penemuan akan kasus ini jarang terjadi oleh konsumen, apalagi konsumen akhir yang membutuhkan waktu lama untuk menyerap susu sterilisasi karena setelah produksi perusahaan membiarkannya atau menunggu selama 1 minggu sebagai antisipasi jika terjadi hal- hal yang tidak diinginkan terjadi. Setelah 1 minggu penungguan dan kemudian susu cair di cek kembali dan apakah siap untuk dipasarkan apa tidak apa ditunda semua terserah pihak QA (Quality Assurance) tentunya dengan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.UHT Milk Spesification.Draft COMESA/East African Standard. Dalam Miskiyah. 2009. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair Di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen pertanian. Bogor.

Anonymous. 2012. INDOMILK. www.indomilk.com. Diakses tanggal 20 Maret

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01- 3950- 1998. Standar Mutu Susu UHT. Jakarta.

Harper. Handbook of Plastic and Elastomer. Westing House Electric Corporation. Baltimore. Maryland. Dalam Mimi Nurminah. 2002 . Penelitian Sifat Bahan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. USU Digital library. Tanggal Akses 20 Maret 2012.

Miskiyah. 2009. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair Di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen pertanian. Bogor.

Sakung. Kadar Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Beberapa Jenis Sayuran. Dalam Miskiyah. 2009. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair Di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Shanti,R. 2011. Pengolahan Limbah di PT. Indolakto, Pandaan. Laporan PKL Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bread Improver dan Para Pemainnya

Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver

Resep Liang Teh & Cara Masaknya

  Bahan bahan liang teh bisa didapatkan di toko obat china yang menjual jamu2 tradisional, jika dijakarta bisa ditemukan didaerah glodok. Biasanya bahan bahan tersebut sudah dalam 1 paket.    Berikut bahan-bahannya untuk membuat Liang Teh : 1. Mesona Palustris (Cincau Hitam/Grass Jelly Drink) / sienchau (xiancao) Ekstrak daun cincau hitam memiliki kandungan senyawa antioksidan yang cukup tinggi yang berasal dari golongan flavonoid, polifenol, maupun saponin. Menurut penelitian (Nurdyansyah dan Widyansyah (2017) yaitu ekstrak daun cincau hitam memiliki nilai IC50 66,67 ppm serta total fenol sebesar 829,7 ppm. Nilai IC50 tersebut membuktikan bahwa tanaman cincau hitam berpotensi sebagai bahan pangan fungsional yang mampu sebagai antioksidasi dalam tubuh akibat paparan senyawa radikal bebas. Berdasarkan review yang berjudul Beneficial Effect of Mesona palustris BL: A Review on Human and Animal Intervention terbukti bahwa cincau hitam memiliki kandungan antioksidan. Selain itu, pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR

  Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman. 1. Faktor Fisika  Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:   A. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.   B. Temperatur Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.   C. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan