Langsung ke konten utama

PENYIMPANAN ATMOSFIR TERKENDALI PADA PENGAWETAN BUAH-BUAHAN & SAYURAN

 


ipb.ac.id, Sayuran dan buah-buahan dikenal sebagai hasil pertanian yang mudah rusak (busuk). Walaupun data mengenai jumlah kerusakan pasca panen sayuran/buah-buahan di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun dari data yang berhasil dikumpulkan diperkirakan bahwa kerusakan tersebut mencapai lebih dari 25%.

Kerusakan tersebut terutama disebabkan karena penanganan pasca panen (termasuk pengepakan dan pengangkutannya) yang kurang baik, suhu rata-rata harian dan kelembaban udara di Indonesia yang cukup tinggi, serta belum adanya sistem pengawetan yang memadai yang diterapkan untuk komoditi tersebut.

Penyimpanan pada suhu rendah (cold storage) merupakan cara yang baik untuk mengawetkan bahan pangan, tetapi sayang sekali untuk beberapa macam sayuran/buah-buahan cara ini tidak dapat dilakukan karena bahan akan merusak komoditi tersebut. Dalam tulisan ini akan diperkenalkan suatu cara pengawetan sayuran dan buah-buahan yang dikenal dengan sebutan ”Controlled Athmosphere Storage” yang kami terjemahkan menjadi ”Penyimpanan Atmosfir Terkendali”

Bahan Hidup

Sesungguhnya semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup, bukan benda mati. Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen dikatakan masih hidup karena masih melakukan proses pernafasan seperti halnya kita semua.

Proses pernafasan tersebut adalah pengambilan gas oksigen dari udara yang digunakan untuk pembakaran bahan-bahan organik, dan mengeluarkan gas karbondioksida (CO 2) serta air sebagai hasil sisa proses pembakaran tersebut.

Mengapa sayuran/buah-buahan melakukan peroses pernafasan? Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh energi, dan energi ini akan digunakan untuk melakukan proses-proses metabolisme lain, misalnya perubahan warna dari hijau menjadi kuning, pembentukan gula dari pati, pembentukan aroma dan sebagainya.

Hasil dari seluruh proses metabolisme tersebut adalah kita mendapatkan buah matang, berwarna kuning, harum baunya dan manis rasanya. Apabila proses pernafasan tersebut terus berlangsung, maka yang akan terjadi adalah kebusukan, karena terjadinya perombakan-perombakan bahan organik di dalam sayuran/ buah tersebut.

Pengawetan

Bagaimana cara menahan pematangan buah? Tadi telah disinggung yaitu antara lain dengan menggunakan suhu rendah (pendinginan). Pada suhu rendah, aktifitas metabolisme termasuk pernafasan buah tersebut menjadi lambat, sehingga proses pematangan buah juga menjadi lebih lambat. Oleh sebab inilah mengapa sayuran/buah-buahan yang disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas) menjadi tahan lama disimpan.

Meskipun demikian, ternyata cara pendinginan tidak dapat dilakukan terhadap semua jenis sayuran/buah-buahan. Sering kita temukan bahwa buah-buahan yang kita simpan di dalam lemari pendingin menjadi berbintik-bintik cokelat dan rasanyapun menjadi tidak enak. Inilah yang dikenal sebagai “kerusakan dingin” (chilling injury), dan apabila hal ini berlanjut maka yang akan terjadi adalah kebusukan.

Dari uraian di atas, bahwa sayuran/buah-buahan setelah dipanen masih melakukan proses pernafasan, orang lalu berpikir bahwa apabila proses pernafasan tersebut dihambat, maka pematangan buah pun akan terhambat. Ternyata hal ini benar, dan inilah yang menjadi dasar penggunaan sistem penyimpanan atmosfir terkendali untuk mengawetkan saturan dan buah-buahan segar.

Prinsip

Prinsip pengawetan dengan cara ini adalah pengaturan jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang tertutup rapat, di mana kadar gas oksigen dikurangi sedangkan kadar gas karbondioksida dinaikkan. Dengan keadaan ini maka proses pernafasan sayuran/buah-buahan menjadi terhambat, sehingga proses pematangannyapun akan terhambat.

Sistem tersebut mula-mula diperkenalkan oleh Kidd dan West dari ”Low Temperature Research Station” di Inggris sekitar tahun 1920-an dengan sebutan ”Gas Storage”. Tetapi pada tahun 1940 sebutan tersebut ditinggalkan. W.R. Phillips dari ”Canada Department of Agriculture” adalah orang pertama yang memperkenalkan nama sistim tersebut sebagai ”Controlled Athmosphere Storage/CA-Storage” (Penyimpanan Atmosfir Terkendali)

Dalam sistem penyimpanan ini, mula-mula sayuran/buah-buahan disimpan dalam ruangan penyimpanan. Kemudian ruangan tersebut ditutup rapat. Setelah itu, komposisi udara di dalam ruangan tersebut diatur, sehingga diperoleh kadar gas oksigen yang jauh lebih rendah daripada udara di luar sedangkan kadar gas karbondioksida sebaliknya.

Pengaturan komposisi gas tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pembakaran di dalam ruangan untuk menghilangkan gas oksigen atau dengan cara menyedot udara di dalam ruangan dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan karbondioksida dengan perbandingan tertentu.

Untuk menyeimbangkan tekanan gas di dalam ruangan penyimpanan kadang-kadang ke dalam ruangan tersebut dimasukkan gas nitrogen. Akhirnya suhu ruangan penyimpanan diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu udara di luar, agar proses pengawetan komoditi tersebut menjadi lebih lama.

Tabel memberikan contoh pengawetan beberapa jenis sayuran dan buah-buahan tropis dengan sistem penyimpanan atmosfir terkendali.



Jenis buah/sayuran Kadar CO 2 Kadar O 2 Suhu Lama Penyimpanan
1. Adpokat 10% 2% 4,5 0C 40-60 hari
2. Pisang 7% 4% 14 0C 28 hari
3. Mangga 5% 5% 13 0C ?
4. Pepaya 5% 1% 13 0C 3 minggu
5. Kubis 5% 3% ? 1 bulan
6. Wortel 6% 2-3% 1 0C ?
7. Mentimun 2-5% 2-5% 10-13 0C 45 hari


Dari tabel dapat dilihat pengaruh penyimpanan atmosfir terkendali terhadap daya tahan simpan sayuran/buah-buahan. Komoditi tersebut umumnya hanya dapat tahan simpan paling lama 1 minggu (sudah mulai membusuk), tetapi dengan sistem pengawetan tersebut dapat tahan simpan (dan masihdalam keadaan baik) setelah 21 – 60 hari.

Prospeknya Di Indonesia

Mengingat potensi produksi dan tingginya angka kerusakan pasca panen komoditi sayuran dan buah-buahan di Indonesia, kiranya sistem tersebut di atas perlu dipikirkan sebagai salah satu alternatif untuk menyelamatkan hasil hortikultura kita. Bila kita renungkan, kalau angka kerusakan tersebut di atas dihitung sebagai 25% saja, berapa ratus ton hasil produksi sayuran/buah-buahan terbuang percuma dan berapa ratus juta rupiah kerugian yang diderita.

Tentu saja penerapan teknologi tersebut harus didahului dengan beberapa penelitian dan studi kelayakan, mengingat sentra-sentra produksi yang tersebar dan beranekaragamnya jenis sayuran/buah-buahan yang dihasilkan. Tetapi, sekali lagi, sistim tersebut perlu dipikirkan sebagai salah satu alternatif penyelamatan hasil hortikultura kita yang masih banyak terbuang percuma.

Sumber : Sinar Harapan, 4 Januari 1984

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bread Improver dan Para Pemainnya

Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver

Resep Liang Teh & Cara Masaknya

  Bahan bahan liang teh bisa didapatkan di toko obat china yang menjual jamu2 tradisional, jika dijakarta bisa ditemukan didaerah glodok. Biasanya bahan bahan tersebut sudah dalam 1 paket.    Berikut bahan-bahannya untuk membuat Liang Teh : 1. Mesona Palustris (Cincau Hitam/Grass Jelly Drink) / sienchau (xiancao) Ekstrak daun cincau hitam memiliki kandungan senyawa antioksidan yang cukup tinggi yang berasal dari golongan flavonoid, polifenol, maupun saponin. Menurut penelitian (Nurdyansyah dan Widyansyah (2017) yaitu ekstrak daun cincau hitam memiliki nilai IC50 66,67 ppm serta total fenol sebesar 829,7 ppm. Nilai IC50 tersebut membuktikan bahwa tanaman cincau hitam berpotensi sebagai bahan pangan fungsional yang mampu sebagai antioksidasi dalam tubuh akibat paparan senyawa radikal bebas. Berdasarkan review yang berjudul Beneficial Effect of Mesona palustris BL: A Review on Human and Animal Intervention terbukti bahwa cincau hitam memiliki kandungan antioksidan. Selain itu, pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR

  Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman. 1. Faktor Fisika  Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:   A. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.   B. Temperatur Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.   C. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan