Langsung ke konten utama

Sistem Jaminan Halal, Demi Konsistensi Kehalalan

Republika, Setiap dua tahun sekali, LPPOM Majelis Ulama Indonesia mengadakan pemeriksaan halal reguler. Bagaimana konsumen yakin selama masa tersebut tidak ada kecurangan atau perubahan bahan?

Di sinilah pentingnya sebuah sistem yang menjamin kehalalan selama masa berlakunya sertifikat. Layaknya sistem mutu yang berlaku di perusahaan, seperti ISO, HACCP dan lain-lain, sistem jaminan halal (SJH) dibangun untuk menjamin konsistensi produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Jika ISO adalah untuk menjamin konsistensi mutu dan HACCP untuk menjamin terhindarnya produk dari bahan berbahaya, maka SJH dibangun untuk menjamin kehalalan produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu.

SJH dimulai dari kebijakan halal yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Tidak ada paksaan bagi perusahaan pangan di Indonesia untuk mendapatkan sertifikat halal. Mereka boleh saja memproduksi makanan halal, sebagaimana merekapun boleh memproduksi yang tidak halal. Tetapi ketika sudah ditetapkan untuk memproduksi halal dan dituangkan dalam bentuk kebijakan perusahaan, maka mereka terikat dengan aturan kehalalan yang berlaku di Indonesia. Kebijakan ini perlu dibuat secara tertulis oleh manajemen puncak, sehingga memiliki landasan hukum yang kuat bagi pelaksana di tingkat teknis.

Komitmen dan kebijakan halal saja tidaklah cukup cukup untuk menjamin kehalalan suatu produk. Ia juga harus didukung oleh manual halal, organisasi SJH, panduan pelaksanaan, standar operasi (SOP) dan sumberdaya manusia yang melaksanakannya. Semua itu perlu disusun secara tertulis dan menjadi sistem mutu internal perusahaan yang mengikat.

Manual halal (halal guideline) adalah pedoman umum mengenai kehalalan pangan, baik yang berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum fiqih, maupun aplikasinya dalam produk-produk olahan modern. Di dalamnya juga terdapat fatwa-fatwa terbaru dari MUI mengenai berbagai hal, seperti hukum memanfaatkan minuman keras dalam produk makanan, turunan dari minuman keras, produk-produk yang berasal dari turunan organ tubuh manusia, produk-produk mikrobial, rekayasa genetika, dan seterusnya. Secara umum MUI telah membuat manual halal tersebut untuk dipergunakan oleh para perusahaan pangan.

Dari manual halal yang sifatnya umum tersebut kemudian dikembangkan menjadi titik kritis keharaman untuk masing-masing proses produksi. Titik kritis ini perlu dibuat untuk mendeteksi dini dan mengantisipasi masuknya unsur haram, sehingga bisa dicegah dan ditangkal sebelum benar-benar mengkontaminasi produk.

SJH perlu didukung oleh sebuah struktur organisasi yang efektif guna menjalankan sistem tersebut secara baik. Organisasi pelaksana tersebut mewakili manajemen tertinggi, bagian produksi, bagian qualiti control, bagian pengembangan produk (R and D), bagian pembelian (purchasing), dan bagian gudang. Semua itu dikoordinasikan oleh seorang auditor halal internal (AHI). Selain mengkoordinasi secara internal, AHI juga berkomunikasi secara eksternal dengan LPPOM MUI untuk membuat laporan berkala, membuat laporan perubahan dan menerima masukan.

Pedoman pelaksanaan SJH dibuat untuk masing-masing bagian dalam perusahaan. Misalnya untuk bagian pengembangan produk harus ada pedoman agar produk yang dikembangkan selalu menggunakan bahan-bahan yang halal saja. Bagian pembelian, harus ada pedoman agar selalu membeli bahan-bahan yang halal lengkap dengan dokumen yang dibutuhkan.

Di tingkat pelaksanaan, perlu disusun standar operasi yang dilaksanakan sehari-hari. Misalnya bagian gudang bahan baku, harus memiliki standar operasi apa saja yang harus dilakukan dalam menerima bahan. Parameter apa saja yang harus diperiksa, dan apa yang dilakukan jika parameter tersebut tidak sesuai dengan standar. Demikian juga operator di bagian produksi, harus memiliki standar kerja yang berkaitan dengan halal.

SJH perlu disosialisasikan kepada seluruh karyawan, mulai dari tingkat atas hingga paling bawah. Dengan demikian seluruh karyawan merasa peduli dan ikut bertanggung jawab terhadap produksi halal yang diselenggarakan perusahaan. Sosialisasi dan pelatihan halal kepada karyawan ini harus dilakukan secara berkala dan terencana.

Sistem yang disusun rapi dan dilaksanakan tersebut akhirnya harus dievaluasi, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal auditor halal internal melakukannya minimal setiap enam bulan sekali. Sedangkan secara eksternal LPPOM MUI juga melakukan penilaian, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Auditor LPPOM MUI juga berhak melakukan inspeksi sewaktu-waktu tanpa pembeitahuan (sidak) untuk melihat pelaksanaan SJH tersebut.

Ada pelatihan bagi auditor
Sistem jaminan halal ini sebenarnya telah diperkenalkan kepada perusahaan pangan sejak tahun 2003, dengan disusunnya buku pandan SJH. LPPOM MUI juga telah melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada seluruh auditor halal internal dari semua perusahaan.

Tahun 2004 sudah dilaksanakan sosialisasi SJH dalam acara pertemuan silaturahmi dan pelatihan auditor halal internal. Tahun 2005 ini, telah dilaksanakan pelatihan SJH sebanyak dua kali. Selain itu LPPOM MUI juga melayani konsultasi dan bimbingan SJH secara gratis kepada perusahaan yang membutuhkan.

Mengingat sosialisasi dan pelatihan yang dirasa sudah cukup, maka SJH secara efektif mulai diberlakukan bulan Juli 2005 kepada perusahaan-perusahaan yang akan dan telah mendapatkan sertifikat halal. Dengan pemberlakuan tersebut maka perusahaan wajib membuat SJH secara tertulis dan melaksanakannya dalam sistem produksinya, sebelum mengajukan sertifikasi halal.

Dengan diberlakukannya SJH ini mudah-mudahan ketenteraman hati konsumen dapat lebih ditingkatkan, karena jaminan kehalalan produk makanan yang beredar semakin baik dan transparan.

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bread Improver dan Para Pemainnya

Sebelum tahun 1950, proses pembuatan adonan yang amat populer adalah menggunakan metode sourdough dan sponge and dough yang membutuhkan waktu 12-24 jam dalam proses fermentasi. Proses pembuatan roti di jaman moderen menuntut kecepatan karena waktu semakin berharga dan cakupan wilayah distribusi semakin luas, yang berarti kapasitas produksi semakin besar. Maka proses fermentasi semakin pendek bahkan ada istilah no time dough untuk menjelaskan singkatnya waktu fermentasi. Untuk itu diperlukan bahan yang membantu kinerja pengembangan roti agar maksimal dalam waktu fermentasi yang maksimal yang dikenal dengan nama bread improver. Ada dua alasan utama dalam mengaplikasikan bread improver dalam adonan yang menggunakan yeast, yaitu untuk mendukung kerja yeast dalam memproduksi gas (CO²) dalam masa fermentasi dan menjaga kestabilan kandungan gas di dalam adonan yang berperan juga dalam menentukan cita rasa, kestabilan volume dan shelf life adonan setelah dipanggang. Dalam Bread Improver

Resep Liang Teh & Cara Masaknya

  Bahan bahan liang teh bisa didapatkan di toko obat china yang menjual jamu2 tradisional, jika dijakarta bisa ditemukan didaerah glodok. Biasanya bahan bahan tersebut sudah dalam 1 paket.    Berikut bahan-bahannya untuk membuat Liang Teh : 1. Mesona Palustris (Cincau Hitam/Grass Jelly Drink) / sienchau (xiancao) Ekstrak daun cincau hitam memiliki kandungan senyawa antioksidan yang cukup tinggi yang berasal dari golongan flavonoid, polifenol, maupun saponin. Menurut penelitian (Nurdyansyah dan Widyansyah (2017) yaitu ekstrak daun cincau hitam memiliki nilai IC50 66,67 ppm serta total fenol sebesar 829,7 ppm. Nilai IC50 tersebut membuktikan bahwa tanaman cincau hitam berpotensi sebagai bahan pangan fungsional yang mampu sebagai antioksidasi dalam tubuh akibat paparan senyawa radikal bebas. Berdasarkan review yang berjudul Beneficial Effect of Mesona palustris BL: A Review on Human and Animal Intervention terbukti bahwa cincau hitam memiliki kandungan antioksidan. Selain itu, pangan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR

  Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman. 1. Faktor Fisika  Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:   A. Kekeruhan Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.   B. Temperatur Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.   C. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan