Sepintas, terasi tampak sepele. Walau begitu kehadirannya sangat berarti. Banyak orang menggemarinya. Tak cuma pada sambal, terasi juga menjadi bahan penyedap berbagai jenis masakan, dari nasi goreng sampai sayur asam.
Sebagai penyedap masakan, terasi merupakan warisan yang secara turun-temurun diproduksi masyarakat nelayan di Indonesia. Saat ini, terasi masih diproduksi secara tradisional. Beberapa daerah yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bagansiapi-api. Namun, tak sedikit kota di Pulau Jawa yang dikenal sebagai sentra industri rumah tangga terasi. Sebut saja misalnya, Sidoarjo, Rembang, Indramayu, Cirebon, serta Pati.
Menurut Dr Nuri Andarwulan MSi, pengajar pada Jurusan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), terasi merupakan bahan penyedap makanan yang berbentuk pasta padat dan berbau khas. Ia terbuat dari fermentasi udang atau ikan dengan ditambah garam atau campuran keduanya tanpa bahan lain. ''Bahan baku pembuatan terasi adalah rebon yang berupa ikan kecil atau udang kecil,'' kata Nuri.
Bagaimana terasi dibuat? Proses pembuatan terasi tergolong sangat tradisional. Awalnya, rebon yang berupa ikan-ikan kecil atau udang keci, dibersihkan. Setelah itu, rebon dijemur di bawah terik matahari selama setengah hari. Selanjutnya, rebon yang telah kering itu ditumbuk dalam sebuah lumpang hingga hancur dan berbentuk bubur. Rebon yang telah hancur ini kemudian dijemur hingga empat kali sampai kering.
Proses berikutnya, bubuk rebon yang telah kering itu kembali ditumbuk hingga benar-benar halus. Setelah itu, barulah bubuk rebon itu dicampur dengan garam. ''Kemudian akan terjadi fermentasi hingga terbentuklah terasi.''
Penambahan garam dalam pembuatan terasi tentu ada maksudnya. Garam, menurut Nuri, berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri berbahaya. Pada saat yang sama, pemberian garam yang cukup juga bisa menumbuhkan bakteri yang diinginkan untuk membantu proses fermentasi.
Tiga jenis terasi
Ada beberapa jenis terasi. Bila dilihat dari bahan dasar yang digunakan, terdapat tiga macam terasi. Ada terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang. Masyarakat sendiri tampaknya lebih menyukai terasi udang, karena aromanya lebih sedap dan rasanya lebih lezat.
Terasi memang bukan bahan pangan utama seperti ikan atau daging. Ia hanya sejenis bumbu atau bahan penyedap rasa. Sebagai bahan penyedap rasa atau penambah selera makan, tutur Nuri, terasi tidak banyak memiliki kandungan gizi. ''Soalnya, terasi itu bukan sumber gizi dan hanya bahan tambahan. Selain itu, penggunaannya dalam masakan juga tidak terlalu banyak,'' paparnya.
Selain itu, jika dilihat dari derajat keasaman (pH), maka terasi bukanlah bahan yang terlalu aman untuk dikonsumsi. Sebab, derajat keasaman yang dikandung terasi lebih dari 5. Untungnya, kandungan air bebas atau air tidak terikat dalam terasi sangat rendah, yakni 0,6. Dengan begitu, terasi tidak mudah ditumbuhi kuman atau mikroba patogen. Biasanya, kuman patogen mudah tumbuh subur dalam bahan yang mengandung air bebas di atas 0,9. ''Jadi, dari segi keamanan mikrobiologi, tak ada yang perlu dikhawatirkan saat mengonsumsi terasi,'' imbuh Dr Ratih Dewanti MSc, kepala Laboratorium Mikrobiologi Pangan, IPB.
Hal lain yang perlu Anda perhatikan berkait dengan terasi adalah mutunya. Anda tentunya hanya mau mengonsumsi terasi yang berkualitas baik, bukan? Karena itu, Anda harus bisa membedakan ciri-ciri terasi yang berkualitas baik dan terasi yang bermutu jelek. Kualitas terasi yang beredar di pasaran sangat tergantung pada mutu bahan baku, cara pengolahan, dan pengemasan produk.
Terasi yang berkualitas baik, salah satunya bisa ditandai oleh warnanya, yaitu berwarna gelap atau hitam kecokelatan. Warna hitam pada terasi adalah alami. Warna itu berasal dari pigmen ikan atau udang.
Diingatkan Nuri, masyarakat hendaknya menghindari terasi yang berwarna merah. Sebab, warna merah itu berasal dari bahan pewarna rhodamin B yang biasa digunakan untuk tekstil. Tambahan pewarna rhodamin B akan membuat terasi tampak sangat merah dari luar, bahkan warna merah itu menembus hingga ke dalam.
Rhodamin B sendiri, karena berbahaya untuk kesehatan, telah dilarang penggunaannya sejak 1978. Penelitian menunjukkan, penggunaan rhodamin B yang terus-menerus bisa menyebabkan munculnya penyakit kanker hati, ginjal, dan kandung kemih.
Selama ini, lanjut Nuri, ada anggapan di kalangan masyarakat Jawa Barat bahwa terasi yang lezat itu berwarna merah. Dan anggapan ini sangat sulit diubah. ''Karena sangat banyak masyarakat yang menghendaki terasi itu berwarna merah.''
Selain warna, kualitas terasi juga bisa ditandai dari teksturnya. Terasi yang bermutu baik, teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek.
Nah, kini Anda tak akan salah dalam memilih terasi. Pilih selalu terasi yang bermutu baik, karena itu akan membuat sambal, sayur asam, atau nasi goreng Anda makin sedap sekaligus sehat, bukan?
Minggu, 02 Januari 2005